KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia baru-baru ini mengklaim kemenangan besar setelah Apple Inc. menawarkan untuk meningkatkan investasinya di Indonesia hingga US$1 miliar, sebagai syarat untuk mencabut larangan penjualan iPhone 16 di negara ini. Meskipun langkah ini menunjukkan potensi keberhasilan, namun beberapa analis memperingatkan bahwa kebijakan proteksionis yang digunakan Indonesia dalam menarik investasi asing bisa mengancam daya saing negara ini di kawasan Asia Tenggara.
Menggunakan Kebijakan Proteksionis untuk Menarik Investasi
Pemerintah Indonesia menggunakan strategi kebijakan yang dikenal sebagai persyaratan konten domestik untuk mendorong Apple meningkatkan tawaran investasinya dari US$10 juta menjadi US$1 miliar dalam waktu sebulan.
Baca Juga: Sebentar Lagi iPhone 16 Dapat Dibeli Secara Resmi di Indonesia, Ini Alasannya Apple diwajibkan untuk berinvestasi dalam pabrik di Indonesia agar dapat dijual produk unggulannya di negara ini. Salah satu komitmen terbaru Apple adalah membangun pabrik penghasil AirTags di Batam, yang akan mempekerjakan sekitar 1.000 pekerja. Meski terlihat sebagai sebuah kemenangan, kebijakan ini memunculkan kekhawatiran. Krisna Gupta, seorang analis di Center for Indonesian Policy Studies, berpendapat bahwa "Sekarang bukan waktu yang tepat untuk memainkan permainan keras." Hal ini mengindikasikan bahwa tekanan regulasi yang tinggi bisa saja menghalangi investasi jangka panjang, terutama ketika negara-negara tetangga seperti Vietnam dan India menawarkan insentif yang lebih menarik bagi investor.
Tantangan Kebijakan Konten Domestik
Kebijakan konten domestik yang diterapkan Indonesia memiliki tujuan untuk meningkatkan transfer teknologi dan menciptakan lapangan kerja. Namun, tantangan besar muncul ketika Indonesia mencoba meningkatkan rasio konten domestik dari 35% menjadi lebih tinggi untuk semua ponsel dan tablet yang dijual di pasar. Langkah ini bisa memaksa perusahaan teknologi asing untuk mengubah cara mereka beroperasi, yang tidak selalu sesuai dengan kenyataan lokal.
Baca Juga: Kemenperin Nilai Apple Belum Serius Investasi di Indonesia Seiring dengan pergeseran teknologi, seperti transisi ke teknologi nirkabel, komponen yang sebelumnya dapat diproduksi lokal, seperti kabel pengisi daya dan headset, kini semakin tidak relevan. Indonesia sendiri belum memiliki kemampuan untuk memproduksi alternatif seperti earbuds nirkabel, yang semakin banyak digunakan dalam produk-produk teknologi terbaru. Hal ini dapat menjadi hambatan besar bagi perusahaan asing yang ingin memenuhi persyaratan konten domestik tanpa menghadapi kesulitan dalam pasokan dan kualitas bahan.
Dampak terhadap Investasi Asing
Meski Indonesia memiliki pasar domestik yang besar, kebijakan proteksionis dan peraturan yang rumit dapat mengurangi daya tarik negara ini bagi investor asing. Indonesia harus bersaing dengan negara-negara tetangga yang menawarkan insentif pajak, persetujuan cepat, dan kebijakan yang lebih longgar dalam hal penyediaan komponen dari rantai pasokan global mereka. Sebagai contoh, Vietnam telah berhasil menarik investasi lebih besar dari Apple, yang kini berinvestasi hingga US$15 miliar di negara tersebut. Meskipun Vietnam memiliki pasar domestik yang lebih kecil, keuntungan yang didapat dari kebijakan yang lebih liberal membuat Vietnam menjadi pilihan yang lebih menarik bagi perusahaan yang ingin memproduksi untuk ekspor.
Baca Juga: Menperin Beberkan Keuntungan Apple Bangun Pabrik di Indonesia Perlunya Perubahan dalam Kebijakan Investasi
Untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi tahunan sebesar 8% dalam lima tahun ke depan dan menjadi negara dengan ekonomi berpendapatan tinggi pada 2045, Indonesia membutuhkan kebijakan yang dapat memacu revitalisasi manufaktur dan menciptakan lapangan kerja. Namun, kebijakan yang lebih fleksibel dan menarik bagi investor perlu dipertimbangkan untuk mendorong investasi di sektor teknologi tinggi dan manufaktur.
Jika Indonesia terus mengandalkan kebijakan proteksionis, negara ini mungkin akan tertinggal dalam kompetisi menarik investasi asing yang kini semakin ketat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .