Investasi US$ 600 juta, smelter feronikel Wanatiara Persada beroperasi akhir tahun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Wanatiara Persada menargetkan bisa mengoperasikan smelter pengolah nikel pada Desember 2019. Smelter yang berlokasi di Pulau Obi, Maluku Utara itu memiliki kapasitas output hingga 260.000 ton feronikel dengan kadar nikel 15%.

Senior Advisor PT Wanatiara Persada Arif S. Tiammar mengungkapkan, saat ini progres pembangunan smelter tersebut sudah mencapai 93%. Arif bilang, smelter feronikel ini memiliki empat lini fasilitas pengolahan, yang satu diantaranya sudah bisa dioperasikan.

"Kami ada empat line, yang pertama sudah beroperasi. Nanti line 2,3 dan 4 diharapkan sudah beroperasi semuanya di bulan Desember," kata Arif saat ditemui di Jakarta, belum lama ini.


Dari segi operasional, smelter ini dapat memurnikan bijih nikel hingga 2.,2 juta ton dalam setahun. Adapun, bijih nikel untuk smelter ini akan dipasok oleh tambang milik PT Wanatiara Persada yang memegang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP).

Namun, lantaran cadangan nikel yang dimiliki tidak terlalu banyak, Arif bilang perusahaan akan mendatangkan pasokan nikel dari tambang lainnya. "Kami kan punya IUP OP, jadi tambang dan pabrik menyatu. Tapi karena cadangan tidak terlalu banyak, kami juga harus mendatangkan dari luar," ungkapnya.

Sementara dari sisi pemenuhan energi, Arif bilang masing-masing line smelter membutuhkan asupan setrum sekitar 33 Mega Volt Ampere (MVA). Secara total, smelter feronikel ini membutuhkan daya sebesar 112 Megawatt (MW) yang dipenuhi dari pembangkit milik sendiri.

"Kami punya power plant, 3 x 55 MW, setidaknya menghasilkan 150 MW, jadi untuk listrik bisa lebih," ungkapnya.

Sedangkan dari sisi investasi, Arif mengatakan, smelter feronikel ini menelan biaya hingga US$ 600 juta. Smelter ini, lanjut Arif, dibangun secara patungan dengan porsi 40% untuk PT Wanatiara Persada dan 60% sisanya dimiliki oleh perusahaan asal China.

Arif mengklaim, sejatinya Wanatiara Persada  bisa membangun dan mengoperasikan smelter tersebut. Hanya saja, kebutuhan dana yang tidak bisa dicukupi sendiri harus membuat Wanatiara menggaet mitra kerjasama.

Menurut Arif, perusahaan asal China dipilih sebagai mitra karena Negeri Tirai Bambu itu mampu memberikan pinjaman dengan bunga yang sangat murah. Selain karena China memang merupakan pemain utama dalam pasar dan pengolahan nikel di dunia.

"Jadi sebenarnya bukan karena kita enggak bisa membangun (smelter) sendiri, tapi kita perlu dana, dan itu tidak kecil. Bank di China itu kasih bunga sangat rendah, cuma 2,5%," jelas Arif.

Sebagai informasi, smelter pengolah bijih nikel milik PT Wanatiara Persada adalah satu dari tiga smelter yang ditargetkan bisa beroperasi pada tahun 2019. Selain smelter milik Wanatiara, Kementerian ESDM menyampaikan, smelter feronikel PT Aneka Tambang Tbk (Antam) yang berlokasi di Halmahera Timur, Maluku Utara juga akan beroperasi tahun ini.

Selain itu, ada juga smelter komoditas timbal yang dibangun oleh PT Kapuas Prima Citra. Smelter yang berlokasi di Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah itu akan memurnikan 36.000 konsentrat timbal yang dapat memproduksi 22.000 ton bullion timbal.

Hingga tahun 2018, Kementerian ESDM mencatat sudah ada 20 smelter yang beroperasi. Dari 20 smelter eksisting, 13 diantaranya adalah smelter nikel. Sedangkan komoditas tembaga memiliki dua smelter, bauksit dua smelter, besi dua smelter dan komoditas mangan memiliki satu smelter.

Hingga tahun 2022, ditargetkan akan ada tambahan 40 smelter baru. Sehingga saat izin ekspor mineral mentah dihentikan pada awal tahun 2022 nanti, sudah ada 60 smelter yang siap mengolah mineral mentah di dalam negeri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi