Investor akan leluasa hedging untuk investasi



JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menunjukkan komitmen mendorong penggunaan transaksi hedging valas atau lindung nilai di pasar keuangan domestik. Salah satunya, meluncurkan aturan baru mengenai hal tersebut. Keberadaan payung hukum ini memberikan kepastian bagi perbankan dalam melindungi exposure valas.

Dalam beleid anyar tersebut, BI akan membolehkan bank melakukan lindung nilai dengan non-residence dengan tenor di bawah tiga bulan.

Ini memungkinkan investor lebih leluasa melakukan hedging untuk keperluan investasi. "Aturannya sudah di meja Gubernur BI (Darmin Nasution). Mudah-mudahan Agustus ini terbit," ujar Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI, Hendar, Jumat (8/3).


Aturan baru ini akan mendorong peningkatan pasar derivatif di Indonesia. Keberadaan alat pelindung nilai akan membuat manajemen risiko nilai tukar lebih baik. Efeknya, pasar keuangan bakal semakin dalam. "Sekarang ini pasar keuangan kita lebih banyak transaksi spot, transaksi derivatif masih sangat terbatas," tambah Hendar.

Informasi saja, aturan mengenai hedging sudah diatur BI dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/14/PBI/2005 tentang pembatasan transaksi rupiah dan pemberian kredit valas oleh bank. Tapi, dalam aturan tersebut, BI membatasi transaksi derivatif jual-beli valas terhadap rupiah non-residence maksimal US$ 1 juta dengan tenor paling rendah tiga bulan.

Selain mempersingkat tenor, sebelumnya BI telah meluncurkan aturan devisa hasil ekspor (DHE) yang mengharuskan eksportir mengirim uang hasil penjualan mereka ke bank domestik. BI juga menelurkan regulasi penyerapan likuiditas valas bank melalui term deposit (TD) valas. Ini jalan keluar bagi bank yang kelebihan valas.

Melalui aturan main hedging valas ini, sebenarnya bank sentral ingin mengembalikan pengelolaan likuiditas valas ke tangan bank. Jadi, ke depan, BI tidak perlu repot-repot menyerap ekses likuiditas valas. Ini tentu menghemat biaya moneter BI.

Seperti kita tahu, BI merilis TD Valas untuk sementara. Tujuannya, agar bank tidak memutar kelebihan valas di luar negeri, seperti selama ini. Sehingga, pergerakan nilai tukar menjadi lebih stabil.

Direktur Utama Bank CIMB Niaga, Arwin Rasyid, mengatakan bank memang membutuhkan hedging sebagai mitigasi risiko yang muncul akibat fluktuasi nilai tukar. Perlunya hedging dengan tenor dari paling pendek sampai paling panjang, karena dana valas yang masuk ke bank tidak semuanya jangka panjang. "Kalau dananya jangka pendek masa harus menggunakan hedging jangka menengah," ujar Arwin.

Kepala Divisi Internasional Bank BNI, Abdullah Firman Wibowo, mengatakan pembentukan instrumen valas dan hedging memang perlu demi stabilitas perekonomian nasional. Tetapi agar pasar ini bisa berkembang masih memerlukan waktu panjang. "Memerlukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai produk-produk dan kegunaan untuk mendorong permintaan, bila permintaan sedikit bank malas menawarkan produk ini karena biayanya pasti tinggi," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Djumyati P.