Investor asing kembali mulai masuk SBN



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kepemilikan asing di Surat Berharga Negara mulai kembali masuk, setelah pada Februari 2018 hingga awal Maret asing hengkang dari pasar obligasi pemerintah.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, per 27 Maret 2018, kepemilikan asing di SBN tumbuh 1,25% mencapai Rp 846,56 triliun.

I Made Adi Saputra Analis Fixed Income MNC Sekuritas mencatat pertumbuhan kepemilikan asing tersebut termasuk rendah bila dibandingkan dengan perolehan di periode yang sama pada tahun lalu.


"Periode yang sama tahun lalu kepemilikan asing bisa tumbuh 4,71%," kata Made, Jumat (27/3). Sedangkan, per 28 Maret 2018 kepemilikan asing di SBN mencapai Rp 847,82 triliun.

Analis Obligasi BNI Sekuritas Ariawan menambahkan asing kompak keluar dari pasar obligasi pemerintah sejak Februari 2018 hingga sembilan hari perdagangan di awal Maret 2018.

Menurut Ariawan, di periode ini asing keluar karena khawatir The Fed akan menaikkan suku bunganya secara agresif sebanyak empat kali di tahun ini.

Made menambahkan, ketika itu data sektor tenaga kerja AS dan tingkat upah negeri Paman Sam dirilis positif dan bisa mendorong inflasi AS naik tinggi sehingga The Fed dikhawatirkan akan menaikkan suku bunga secara agresif.

Namun, rapat Federal Open Market Committee (FOMC) yang terselenggara 22 Maret 2018 memberi kepastian bahwa The Fed hanya akan menaikkan suku bunga sebanyak tiga kali di tahun ini dan kekhawatiran pasar pun tak terjadi.

"Karena tidak terlalu agresif menaikkan suku bunga, asing jadi lebih percaya diri masuk ke emerging market termasuk Indonesia," kata Ariawan, Jumat (27/3).

Lebih rinci, Ariawan mencatat sejak 14-27 Maret 2018 asing akumulasi beli SBN kembali sebanyak Rp 20,3 triliun.

Ariawan mengatakan yield obligasi pemerintah tenor acuan 10 tahun saat ini yang berada di sekitar 6,8% juga semakin menarik investor asing untuk masuk.

"Hal ini terlihat dari level yield SUN kita mulai diterima kembali bagi investor asing, kemungkinan yield bergerak naik signifikan dari level sekarang menjadi agak terbatas, dan ini jadi sentimen positif bagi pasar kita," kata Ariawan.

Made menambahkan, asing masih tertarik untuk kembali masuk ke pasar obligasi Indonesia karena yield cukup kompetitif bila dibanding dengan negara tetangga. Made mengatakan India memiliki yield 7,6% sementara Indonesia 6,7%.

Meski yield SUN lebih rendah dari yield surat utang India, tetapi pelemahan nilai tukar mata uang Indonesia terhadap dollar AS masih lebih kuat daripada pelemahan nilai tukar mata uang India terhadap dollar AS. "YTD rupe sudah turun 2% sementara, rupiah hanya turun 1,3%. " kata Made.

Ariawan menambahkan tingkat yield SUN masih lebih menarik dari Filipina sebesar 6%, Thailand 2,5% dan Malaysia 3,9%.

Ariawan memproyeksikan sentimen domestik mampu membuka peluang asing masuk ke pasar obligasi Indonesia. "Inflasi rendah, rupiah relatif stabil, prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini lebih tinggi dari pada tahun lalu," kata Ariawan.

Namun, tak dipungkiri sentimen eksternal selalu membayangi investor asing untuk keluar dari pasar obligasi pemerintah. Seperti, masih berlanjutnya ketidakpastian trade war AS dengan China.

Selanjutnya, isu kenaikan suku bunga AS di Juni juga akan kembali jadi perhatian. "Kemungkinan isu tersebut bisa menekan dan berdampak capital outflow," kata Ariawan.

Di tengah kondisi menunggu kepastian perkembangan isu global, Made mengatakan investor asing memang cenderung masuk ke emerging market. Apalagi, kini pasar saham AS masih cukup volatil. "Hati-hati dengan rilis tenaga AS, apakah data tersebut bisa mengkonfirmasi kenaikan FFR di Juni mendatang ini akan jadi isu global lagi," kata Made.

Made memproyeksikan yield seri acuan tenor 10 tahun di akhir tahun bisa mencapai yield 6,6%-6,8%. Sementara, Ariawan memproyeksikan di akhir tahun yield bergerak di rentang 6,7%-7%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto