KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Perlambatan ekonomi di China telah membuat para investor khawatir. Namun sebagian investor lain masih mempercayai bahwa ekonomi negeri tirai bambu itu masih baik-baik saja walaupun terkena imbas perang dagang berkepanjangan dengan Amerika Serikat (AS). Misalnya saja, perusahaan layanan bimbingan belajar China, Tal Education mencatatkan peningkatan laba bersih sebesar tiga kali lipat pada kuartal ketiga 2018. Itu merupakan suatu yang jarang terjadi ketika kondisi ekonomi China tengah tertekan. Hal tersebut diamini oleh Kepala Investasi Krane Funds Advisors Brendan Ahern yang mengatakan perekonomian China masih berjalan baik. “Dengan beberapa studi tentang China, Anda bisa mendapatkan hasil yang sangat bertentangan,” kata Ahern kepada Reuters, Selasa (12/3).
Ahern tidak sendirian. Investor asing lain yang telah memahami perekonomian China selama bertahun-tahun juga tidak mempercayai data resmi pemerintah bahwa negara itu sedang tertekan. Banyak hal yang bisa menjadi indikator untuk membuktikan apakah perekonomian China memang benar-benar melambat atau tidak. Diantaranya indikator mengenai penjualan mobil serta bisnis makanan dan kecantikan. “Banyak orang yang mencari data alternative China, sebagai proksi untuk menghitung pertumbuhan, bukan hanya berdasarkan data resmi. Saya mempertimbangkan sektor mikro, di mana Anda merasakan aktivitas sebenarnya yang lebih baik,” Ross Hutchison, seorang manajer investasi di Aberdeen Standard Investments di Edinburgh. Seperti diketahui, perang dagang pada tahun 2018 telah melemahkan ekspor dan investasi di dalam negeri, sehingga pertumbuhan PDB China mencapai 6,6%. Itu merupakan level terendah sepanjang 28 tahun terakhir, tetapi masih tumbuh dua kali lipat dari rata-rata pertumbuhan global sebesar 3,7%. “Selalu ada pertanyaan dan keraguan tentang hal itu. Investor AS sebagai besar memotong pertumbuhan itu. Jika bilangannya X, mereka mencurigai realisasi sebenarnya minus. Mereka mencoba mengidentifikasi tren angka dari tingkat absolut,” kata Michael O'Rourke, kepala strategi pasar di JonesTrading di Greenwich, Connecticut. Terlebih lagi, untuk pertumbuhan ekonomi melebihi US$ 10 triliun dengan populasi penduduk hampir 1,4 miliar. Analis mengatakan statistik ekonomi China dirilis terlalu cepat sehingga investor tidak percaya pada keakuratannya, membuat mereka mencari sumber lain. Biro Statistik Nasional China tidak menanggapi permintaan berkomentar terkait data resmi pertumbuhan China. Sebaliknya, investor tengah resah atas perlambatan ekonomi di China, salah satu tolak ukurnya dari perlambatan permintaan atas produk iPhone Apple.
“Bagi saya, ini menunjukkan kekhawatiran dari penjualan Apple karena goyahnya pertumbuhan di China, dan iPhone semakin mahal tapi tidak sekeren dulu,” kata Aberdeen Hutchison. Perdana Menteri China Li Keqiang beberapa waktu lalu sempat berkomentar bahwa angka PDB merupakan buatan manusia. Li mendasari pertumbuhan ekonomi dari pertumbuhan pinjaman perbankan, pengangkutan kereta api dan konsumsi listrik. Tetapi China terlalu ketergantungan pada industri manufaktur dan alat benar, sehingga analisis perhitungan ekonomi Li Keqiang membutuhkan langkah-langkah tambahan. Di sisi lain, ekonomi modern China, lebih diwakili oleh platform pembayaran internet dan sistem penjualan seperti WeChat dan Alipay, yang saat ini belum mau terbuka terkait transaksi online mereka.
Editor: Herlina Kartika Dewi