Investor asing memburu obligasi



JAKARTA. Saat pasar saham terkoreksi, obligasi menjadi primadona investor asing. Yang menarik, beberapa investor itu berhorizon jangka panjang. Terbukti, ketika bursa menguat beberapa hari terakhir, mereka tetap setia menempatkan dana di obligasi. "Kami menghindari saham dulu dan memilih obligasi," ujar seorang manajer investasi asing kepada KONTAN.

Salah satu buruan investor asing adalah Surat Utang Negara (SUN). Terlihat kepemilikan asing di obligasi pemerintah terus bertambah dan mencapai rekor tertinggi. Data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan mencatat, sepekan terakhir net capital inflow sekitar Rp 792 miliar,  menjadi Rp 518,76 triliun per 18 Juni 2015. Dana asing tumbuh Rp 4,27 triliun dibandingkan akhir Mei 2015. Asing menguasai 38,76% dari total SUN yang mencapai Rp 1.338 triliun.

Analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Roby Rushandie memperkirakan, masuknya asing ke pasar SUN dipicu peralihan dari dana investor saham. Pada periode tersebut memang terjadi gejolak di pasar saham dan IHSG turun dari level 5.000. "Di situasi ketidakpastian itu sebagian investor saham beralih ke instrumen SUN, tercermin juga dari tren net sell asing di pasar saham," tutur Roby.


Apalagi, pada saat bersamaan, harga obligasi juga jatuh. Inilah yang dimanfaatkan investor untuk beralih (switching) dari saham ke obligasi. "Harga SUN rendah, investor asing memanfaatkan momentum untuk masuk," kata Desmon Silitonga, Analis Millenium Danatama Indonesia.

Krisis utang Yunani serta gejolak obligasi Jerman, ikut mendorong investor beralih ke Indonesia demi menghindari risiko tinggi. Asing juga memanfaatkan tingginya yield SUN dibanding obligasi negara lain untuk mengeduk untung. "Investor tetap mencari ladang investasi dengan yield tinggi," tutur Roby.

Sepekan terakhir, masuknya asing merupakan dampak indikasi penundaan kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS). Suku bunga Bank Indonesia yang bertahan di 7,5% ikut memoles  pasar SUN. Ini terlihat pasar SUN yang cenderung datar di awal pekan, tapi menguat di akhir pekan lalu.

Besarnya porsi asing membuat pasar obligasi pemerintah menjadi lebih likuid. Sehingga, pemerintah mendapatkan sumber pembiayaan bagi APBN dengan harga kompetitif. Namun kelemahannya, stabilitas makro khususnya nilai tukar rupiah akan terganggu apabila dana asing hengkang dari SUN.

Kendati demikian Desmon bilang, investor tetap memperhatikan pelemahan rupiah terhadap dollar AS dan inflasi. Diperkirakan, yield SUN seri FR0056 tenor 10 tahun di 8,2%-8,5%akhir tahun ini, dengan asumsi, rupiah di Rp 12.500 - Rp 13.000 per dollar. Serta inflasi 5,5% di akhir tahun.

Berbeda dengan asing, manajer investasi lebih tertarik obligasi korporasi ketimbang SUN. Chief Investment Officer Batavia Prosperindo Aset Manajemen Agung Budiono mengatakan, pihaknya memilih obligasi dengan rating minimal AA. Sebab, obligasi korporasi memberi kupon lebih tinggi ketimbang SUN, sehingga, membagi return menarik bagi investor.      

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa