KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Menutup perdagangan akhir pekan ini, Jumat (15/5), Indeks harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup turun tipis 0,14% menjadi di 4.507,6 . Koreksi IHSG didorong oleh indeks sektor keuangan yang turun 2,67%. Penurunan dipacu harga saham-saham bank kelas kakap yang anjlok. Investor asing masih terus menjual saham-saham perbankan di Tanah Air. Berdasarkan data RTI, asing misalnya melepas saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (
BBRI). Tercatat
net sell asing sebesar Rp 466,11 miliar. Dus, saham
BBRI pun turun 4,68% menjadi Rp 2.240 per saham.
Aksi jual oleh investor asing juga terjadi di saham PT Bank Central Asia Tbk
(BBCA). Investor asing tercatat melakukan
net sell sebanyak Rp 412,27 miliar. Harga saham bank swasta terbesar di Indonesia ini pun turun 2,74% menjadi Rp 23.925 per saham. Asing juga menjual saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dengan nilai net sell Rp 125,95 miliar. Saham
BMRI pun ajlok 4,81% menjadi Rp 3.760 per saham. Saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) terkoreksi, bahkan palin besar yakni dengan anjlok 5,65% menjadi Rp 3.340 per saham. Net sell asing sebesar Rp 46,36 miliar di bank milik negara ini.
Baca Juga: Skema bank jangkar dibayangi risiko besar Jika merujuk data yang sama, koreksi saham-saham perbankan sejatinya sudah terjadi sejak beberapa hari perdagangan terakhir. Kabar bank-bank besar akan menjadi bank jangkar menjadi pemacu utama penjualan saham-saham bank. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 23/2020, bank-bank buku IV berpotensi menjadi bank peserta atau bank jangkar (
anchor bank). Kriteria yang ditetapkan pemerintah, 15 bank dengan aset besar serta 51% saham bank dimiliki oleh warga Indonesia atau badan hukum Indonesia bisa menjadi bank jangkar. Tugas bank jagkar yang akan menjadi penolong bank-bank bermasalah likuiditas karena harus merestrukturisasi kredit bermasalah memacu kekhawatiran. ”Investor khawatir atas risiko yang harus dihadapi oleh bank-bank besar itu,” bisik pengelola dana asing yang berbasis di Singapura kepad
kontan.co.id, Jumat (15/5). Tak mau disebutkan namanya,
hedge fund yang berbasis di Singapura itu mengatakan, penunjukan bank jangkar sebagai sumber likuiditas bank yang mengalami masalah likuiditas karena terdampak pandemi corona akan menambah risiko perbankan. "Risiko jika kelak kredit bermasalah yang dijaminkan bank-bank bermasalah ini akan jadi beban anchor bank jika kualiasnya benar-benar jelek," ujar dia. Boleh jadi lantaran itu pula, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kemudian memberikan penjelaskan skema atas tugas dan keuntungan bank jangkar.
Baca Juga: Bank jangkar bisa dapat tambahan pendapatan Ketua OJK Wimboh Santoso dalam paparan daring, Jumat (15/5) menyatakan, banyak manfaat yang bisa diterima bank-bank jangkar kelak.
Pertama, pemerintah kelak akan menempatkan dana baru dalam deposito bank peserta atau bank jangkar. Penempatan dana ini memiliki
rate sesuai repo
rate yang saat ini sebesar 4,5%. Bank jangkar akan mendapat marjin dari
rate yang dikenakan ke bank pelaksana atau bank penerima likuiditas. Jika merujuk rencana program pemulihan ekonomi nasional, alokasi penempatan dana pemerintah di bank jangkar besarnya Rp 35 triliun. Bank pelaksana yang membutuhkan likuiditas nanti akan mengajukan pinjaman likuiditas kepada bank jangkar yang akan meneruskan permohonan tersebut ke pemerintah. "Bank jangkar bisa meraih pendapatan dari selisih margin antara yang diberikan bunga penempatan dana yang diberikan pemerintah dengan bunga yang diberlakukan sebagai pinjaman kepada bank pelaksana," ujar Wimboh, Jumat (15/05).
Untuk mendapat pinjaman likuiditas, bank bermasalah likuiditas karena melakukan restrukturisasi kredit terdampak corona harus menjaminkan portofolio kreditke bank jangkar. "Jika kelak terjadi gagal bayar oleh bank pelaksana (bank bermasalah), bank jangkar tidak akan menerima risiko karena ada jaminan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). “Apabila bank pelaksana tidak bisa mengembalikan likuiditas yang dipinjam, jalan terakhir akan diproses oleh LPS. Nanti LPS menjamin dana yang ditempatkan di bank peserta,” jelas Wimboh. Skema ini akan dituangkan dalam aturan teknis yang akan segera terbit. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Titis Nurdiana