Investor China siap relokasi usahanya ke Indonesia



JAKARTA. Kebijakan pemerintah melarang ekspor mentah bahan tambang pada 2014 disikapi positif sejumlah investor asal China. Jika tidak ada kendala, sejumlah perusahaan manufaktur China bakal merelokasi usahanya besar-besaran ke Indonesia.

Investor asal China itu akan merelokasi usahanya ke kawasan Indonesia timur, terutama ke Sulawesi dan Kalimantan. Relokasi industri manufaktur China itu akan dilakukan secara bertahap dan menelan investasi US$ 20 miliar.

Menurut Menteri Perindustrian MS Hidayat, untuk memuluskan rencana relokasi tersebut, perusahaan manufaktur asal China meminta syarat agar agreement kerja sama perdagangan Indonesia-China ditandatangani di depan kedua kepala negara pada Oktober mendatang."Pihak China tidak mau memorandum of understanding (MoU) tapi meminta G to G (Government-to-Government) agreement saja," ujar Hidayat di Kantor Presiden, Jumat (21/6).


Pemerintah pun akan merespon permintaan China agar relokasi tersebut bisa dengan pola kerja sama G to G. Hidayat optimistis, pada pertemuan Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) di Bali Oktober mendatang, pemimpin kedua negara sudah bisa menyaksikan penandatanganan agreement tersebut.

Dalam tempo sebulan, Hidayat berjanji akan menyikapi peraturan yang diminta pihak China tersebut. Untuk itu, Hidayat akan berkoordinasi dengan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik. Saat ini, eselon I dari Kemenperin tengah melakukan koordinasi dan konsultasi yang intensif dengan kedua kementerian tersebut.

Asal tahu saja, sejumlah perusahaan manufaktur China yang mau relokasi ke Indonesia tersebut, selama ini mendapatkan bahan baku mineral terutama nikel dan aluminium dari Tanah Air.

Alasan itu yang mendorong investor asal Negeri Tiongkok itu mau merelokasi usahanya ke Indonesia. Pun demikian, mereka meminta persyaratan kepada pemerintah Indonesia menata regulasi untuk membuat industri zone atau kawasan industri.

Hidayat memaparkan, nantinya setiap satu investor asal China minimal akan membenamkan investasi sebesar US$ 2 miliar. Dana itu untuk membangun satu smelter atau pengolahan barang tambang. Jika investor tersebut membangun di 10 lokasi saja, maka nilai investasinya sudah cukup besar. 

Apalagi, investor China tersebut sudah menyatakan kesediaannya membangun power plan-nya, karena mereka tahu bahwa di Indonesia sedang mengalami masalah tersebut. "Nanti tinggal ajak bicara soal aturannya," ucap Hidayat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan