WASHINGTON DC. Pidato Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump Selasa malam waktu AS (28/2), tidak juga memberikan kejelasan atas masa depan ekonomi AS. Dalam pidatonya itu, Trump bahkan tak menyinggung strategu kenaikan anggaran hingga US$ 4 triliun tanpa kenaikan defisit.

Padahal dalam kesempatan itu, Trump lagi-lagi mengumbar janji pengurangan tarif pajak bagi perusahaan di AS, sehingga membuat pebisnis di Negeri Paman Sam lebih kompetitif secara global.

Trump juga kembali menegaskan akan meminta persetujuan Kongres untuk mengalokasikan investasi senilai US$ 1 triliun pada sektor infrastruktur. Tidak ketinggalan adalah penegasan Trump bahwa pembangunan tembok perbatasan AS-Meksiko akan segera dimulai.

Anggaran jumbo pemerintahan Trump juga berasal dari penambahan dana bagi sistem pertahanan negara, yang meningkat sebanyak US$ 54 miliar dari semula US$ 549 miliar menjadi US$ 603 miliar.

Bloomberg, Rabu (1/3) melaporkan, apa yang disampaikan Trump jauh di bawah ekspektasi publik.

Padahal, sejatinya, masyarakat AS tengah membutuhkan penjelasan atas kemampuan Trump menutup potensi defisit anggaran karena tingginya pengeluaran pemerintah Trump.

Dukungan Trump turun

Sean Simko, Head of Global Fixed Income Management SEI Investment Co menyatakan, investor sebenarnya menanti kejelasan lebih rinci mengenai banyak hal. Salah satunya mengenai reformasi pajak dan dampaknya terhadap neraca perusahaan dan individu.

"Kini tinggal berapa lama investor bersedia menerima ketidakpastian tersebut," tutur Simko.

Demikian juga dengan Quincy Krosby, ahli strategi pasar dari Prudencial Financial Inc. yang menyuarakan hal serupa seperti apa yang disampaikan Simko. Krosby menegaskan, investor saat ini membutuhkan kejelasan. "Dari mana proyek-proyek itu akan dia (Trump) danai?" tutur Krosby.

Hal tersebut, yang menurut analis menjadi pekerjaan rumah besar bagi Trump untuk menjelaskannya kepada masyarakat AS.

Sebuah jajak pendapat yang dilakukan NBC News menyebutkan, saat ini sekitar 44% warga Amerika Serikat menyatakan menyetujui kebijakan yang diambil Trump. Sementara, sebesar 48% lainnya menyatakan tidak setuju.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie