KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri multifinance tanah air kembali kedatangan investor asing baru dari Jepang. Menyusul, aksi Mitsubishi UFJ Financial Group (MUFG) yang mengakuisisi bisnis Home Credit Group B.V. di Indonesia dan Filipina. Pembelian dua unit bisnis yang senilai €615 juta ini melibatkan konsorsium yang dipimpin oleh Krungsri Bank. Transaksi diharapkan akan selesai pada semester II tahun 2023. Untuk bisnis Home Credit Indonesia, transaksi pembelian tercatat mencapai € 209 juta. Kungsri Bank akan menjadi pemegang saham mayoritas sebesar 75%, lalu ada I Dewa Made Susila yang saat ini merupakan Direktur Utama Adira Finance sebanyak 15% dan sisanya 10% dimiliki oleh Adira Finance.
Baca Juga: Ekspansi ke Asia, MUFG Jepang Beli Home Credit Filipina dan Indonesia US$ 621 Juta “Transaksi ini merupakan sebuah bentuk dukungan dan keyakinan terhadap kualitas bisnis kami dan tim di mana dapat lebih memperkuat posisi kami sebagai perusahaan keuangan terkemuka di Indonesia.” ujar Chief Executive Officer Home Credit Indonesia Animesh Narang dalam keterangan resminya, Kamis (24/11). Sementara itu, Direktur Utama Adira Finance Dewa Made Susila menyebutkan bahwa transaksi ini bertujuan untuk membangun sinergi di antara grup MUFG, termasuk Bank Danamon di dalamnya. “Harapannya, Adira Finance dapat terus meningkatkan kolaborasi dengan entitas grup MUFG untuk melayani pelanggan di seluruh Indonesia,” ujarnya. Sebelumnya, investor Jepang juga sudah banyak yang mencoba peruntungan di industri multifinance Indonesia. Sebut saja, Perusahaan asal Jepang, JACCS Co., Ltd. (JACCS) yang memperkuat ekspansinya di Indonesia melalui JACCS MPM Finance Indonesia. Melihat fenomena ini, Direktur Center of Economic and Law Studie (Celios) Bhima Yudhistira menyadari bahwa aksi akuisisi oleh investor asing terutama negara-negara Asia Timur termasuk Jepang maupun Korea memang sedang meningkat di beberapa tahun belakang. Ia melihat investor-investor tersebut melihat potensi demografi di Indonesia yang masih bisa dikembangkan. Mengingat, ruang pertumbuhan di negara asal mereka dinilai sudah semakin sempit. “Coba dilihat misal credit to GDP di negara-negara tersebut rata-rata sudah di atas 100%, sementara rasio kredit terhadap GDP di Indonesia ini baru di kisaran 34%,” ujar Bhima. Ditambah, Bhima juga melihat prospek bisnis di Indonesia dibandingkan negara-negara yang sedang gencar masuk ke industri keuangan tanah air lebih dinamis dan bisa berkembang. “Baik segmen korporasi ataupun UKM, ini yang menjadi triggernya,” imbuhnya.
Baca Juga: MUFG, Krungsri, dan Adira (ADMF) Akuisisi Home Credit di Indonesia dan Filipina Sementara itu, Ekonom dan Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah menambahkan peluang di sektor keuangan Indonesia masih sangat terbuka dengan tingkat keuntungan yang menarik. “Jadi wajar aja kalau asing berusaha untuk bisa masuk ke Indonesia. Ketentuan kepemilikan asing juga cukup longgar,” ujarnya. Menurutnya, kehadiran investor-investor ini dapat berdampak positif bagi industri keuangan tanah air. Diantaranya adalah harapan adanya teknologi baru yang masuk dan mendorong persaingan yang akhirnya meningkatkan kualitas layanan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi