JAKARTA. Investor mulai buka suara mengenai potensi kerugian yang diderita akibat aksi rights issue PT BW Plantation Tbk (BWPT). Para investor melalui Masyarakat Investor Sekuritas Indonesia (MISI) telah mengirimkan surat kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait hal tersebut. Surat itu dikirm pada 10 Oktober 2014. Sanusi, Ketua MISI mengungkapkan, pihaknya meminta kepada OJK untuk mencermati rencana aksi korporasi BWPT, yakni penerbitan saham baru dengan memesan efek terlebih dahulu (HMETD). Pihaknya keberatan dengan harga eksekusi dan rasio yang ditentukan oleh perseroan. Dia bilang, penentu harga tebus dan rasio rights issue adalah pemegang saham pengendali, yakni PT BW Investindo.
Tetapi pemegang saham pengendali ini tidak menggunakan hak dan menjualnya ke Grup Rajawali. "Untuk kepentingan siapa harga rights issue ini ditentukan dengan sangar rendah dan rasio yang sangat besar, penjualan HMETD pemegang saham pengendali di harga berapa, pasti di harga bagus," tutur Sanusi, Selasa (14/11). Seperti diketahui, BWPT berencana menerbitkan 27,02 miliar saham baru atau 85,71% dari total modal ditempatkan dan disetor penuh perusahaan setelah rights issue. Harga ditentukan di kisaran Rp 390-Rp 411 per saham. Rasio ditentukan sebesar 1:6. BW Investindo sudah memutuskan tidak akan mengeksekusi haknya dan mengalihkan haknya kepada PT Rajawali Capital Indonesia (RCI). Saat ini, BW Investindo mengempit 33,81% saham BWPT. Begitu pula Matacuna Group Limited dan Pegasus CP One Limited yang masing-masing memegang 10,58% dan 8,72% saham BWPT yang mengalihkan haknya ke RCI. Dengan demikian, total presentase pengalihan HMETD ke RCI sekitar 53,11%.