Investor Pasar Modal Syariah Tumbuh 10,6% hingga September 2023



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Segmen pasar modal syariah di Bursa Efek Indonesia (BEI) kian bertumbuh. Ini tercermin dari peningkatan jumlah investor hingga akhir kuartal tiga 2023. 

Kepala Pasar Modal Syariah Bursa Efek Indonesia Irwan Abdalloh menyampaikan sampai dengan September 2023, jumlah investor syariah mencapai 130.497 investor.  Capaian ini telah tumbuh 10,6% dari Desember 2022. Asal tahu saja, sepanjang 2022 total investor pasar modal syariah menembus 117.942 investor. 

Sejatinya BEI telah mencapai target yang dicanangkan. Adapun BEI memasang target pertumbuhan investor syariah sebesar 10% untuk sepanjang 2023.


"Alhamdulillah per September 2023 target investor pasar modal syariah sudah tercapai dan kami tidak ada revisi target," kata Irwan kepada Kontan, Senin (16/10). 

Baca Juga: Bukan Blue Chip, Saham-Saham Harga Murah Ini Layak Dilirik

Rata-rata nilai transaksi harian saham-saham syariah juga mengalami tren kenaikan dari Januari 2023 di Rp 4,2 triliun menjadi Rp 5,3 triliun per September 2023. 

Memang jika dicermati beberapa indeks syariah masih mengalami tekanan. Misalnya, Jakarta Islamic Index (JII), yang sepanjang 2023 ini sudah anjlok 7,24% per Senin (16/10).

Indeks syariah lainnya seperti Indonesia Sharia Stock Index (ISSI) tercatat minus 2,58% secara year to date. Indeks Jakarta Islamic Index 70 (JII70) melemah 5,56%.  Kemudian indeks IDX Sharia Growth juga telah tertekan 7,55% sepanjang tahun berjalan ini. Terakhir, indeks IDX-MES BUMN 17 yang ambles 9,44%. 

Meski beberapa indeks mengalami tekanan, Irwan memproyeksikan ISSI dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan masih bergerak positif di sisa tahun ini.

Baca Juga: Indeks Syariah Dalam Negeri Kompak Tertekan, Cek Rekomendasi Saham Pilihannya

"Ini sejalan dengan adanya kepastian nama-nama calon pemilu di 2023, tetapi ISSI dan IHSG masih dalam bayangan beberapa tantangan lainnya," jelas Irwan.  

Dia menilai ISSI maupun IHSG akan mendapat tantangan dari kenaikan suku bunga bank sentral dunia, menurunnya permintaan global hingga kerugian ekonomi akibat perubahan cuaca ekstrem.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi