KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembelian kembali
(buyback) saham masih semarak digelar oleh emiten berkapitalisasi pasar besar
(big caps). Aksi korporasi ini diguyur dengan dana yang jumbo, ratusan miliar hingga triliunan rupiah. Deretan emiten
big caps yang akan menggelar
buyback saham di antaranya ada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (
BBRI). Usai menuntaskan
buyback senilai Rp 3 triliun pada akhir Januari 2023, BBRI akan menggelar aksi serupa dengan menggelontorkan dana hingga Rp 1,5 triliun. Bank pelat merah lainnya, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (
BBNI), juga akan membeli kembali sahamnya.
Buyback saham BBNI akan direalisasikan dengan menyiapkan dana hingga Rp 905 miliar.
Di sektor tambang, ada PT Adaro Energy Indonesia Tbk (
ADRO). Tak tanggung, emiten milik Garibaldi "Boy" Thohir ini menggelar
buyback dengan nilai maksimal Rp 4 triliun.
Baca Juga: Simak Proyeksi IHSG dan Rekomendasi Saham Untuk Perdagangan Rabu (22/2) Emiten ritel PT Matahari Department Store Tbk (
LPPF) juga tak ketinggalan untuk kembali membeli sahamnya. Dalam aksi
buyback saham ini LPPF menyiapkan dana hingga Rp 1 triliun. Sejumlah emiten pun telah memulai dan merealisasikan
buyback saham sejak tahun lalu hingga awal tahun ini. Antara lain PT Merdeka Copper Gold Tbk (
MDKA), PT United Tractors Tbk (
UNTR), PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (
TBIG), hingga PT Temas Tbk (
TMAS). Pengamat Pasar Modal Fendi Susiyanto melihat, aksi
buyback dilakukan untuk mengirimkan sinyal kepada pasar bahwa emiten punya prospek kinerja bisnis dan pergerakan saham yang cemerlang. Selain itu, keuangan atau kas emiten juga dalam kondisi sehat. Dus, tak heran jika
buyback saham dilakukan oleh emiten yang bisnisnya sedang moncer. Contohnya pada emiten yang terkait dengan komoditas tambang dan bank yang punya kinerja cemerlang pada tahun 2022. "Motif
buyback perusahaan besar, mereka melakukan investasi pada dirinya sendiri. Sedang ada kas berlebih dan merasa yakin kinerja perusahaan akan baik di masa mendatang," kata Fendi kepada Kontan.co.id, Selasa (21/2).
Baca Juga: IHSG Diproyeksi Masih Rentan Terkoreksi Pada Rabu (22/2) Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Roger MM, menambahkan pertimbangan
buyback juga karena valuasi emiten dinilai masih murah. Aksi
buyback pun pada umumnya dilakukan ketika harga saham mulai terkoreksi atau sudah dalam fase
bearish. Fendi menimpali, informasi
buyback saham umumnya direspons positif oleh pasar. Tampak dari adanya kenaikan harga saham sejak ada rumor
buyback hingga emiten menyampaikan pengumuman resmi. Hanya saja,
buyback tidak berarti membawa kenaikan harga saham secara konstan. Saat periode
buyback berjalan, fluktuasi akan tetap terjadi, meski dengan dinamika harga yang cenderung stabil. "Sebesar apa pun nilainya,
buyback rata-rata dilakukan secara bertahap. Jadi ada efek stabilitas harga, pasar tetap kondusif, naik-turun lebih
smooth," ungkap Fendi.
Baca Juga: IHSG Melemah 0,31% Selasa (21/2), TLKM, MDKA, BBNI Paling Banyak Net Buy Asing Momentum dan Risiko
Fendi mengingatkan, momentum memiliki peran yang krusial dalam
buyback saham. Supaya bisa menemukan momentum yang tepat untuk koleksi atau
taking profit, investor perlu tetap cermat menggunakan alat ukur investasi. "Tetap gunakan
tools untuk melihat fundamental, valuasi, teknikal, dan sentimen sektoral. Bukan hanya mencari untung, ini sangat penting untuk
risk management, memagari risiko," imbuh Fendi. Head of Research Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan punya catatan serupa. Menurutnya, momentum investor menjaring cuan saat
buyback saham tidak bisa dilepaskan dari pertimbangan teknikal. Misalnya ketika sudah ada indikasi
oversold, ada
golden cross pada MACD atau indikasi lainnya. "Dari sisi fundamental, selama kondisi harga saham berpotensi
undervalue dan sesuai dengan
margin of safety yang investor tetapkan. maka di situlah
timing untuk masuk," kata Valdy.
Baca Juga: Harga Saham TOTO Stagnan, GOTO Melemah di Perdagangan Selasa (21/2) Di sisi lain, Roger bilang investor pun bisa memilih opsi untuk masuk ketika masa
buyback selesai. Posisi ini bisa lebih mencerminkan tren dan arah pergerakan saham. "Ada kemungkinan selepas periode
buyback harga saham bisa stabil bahkan bisa cenderung naik. Apalagi jika realisasi
buyback dilakukan 100% dari nilai rencana awal," ungkap Roger. Sedangkan Research & Consulting Manager Infovesta Utama Nicodimus Kristiantoro memandang investor bisa masuk ketika
buyback diumumkan secara resmi. Harapannya, ketika proses
buyback berlangsung harga saham akan
uptrend. "Sebelum beli sahamnya, cermati juga pola teknikal yang sedang terjadi. Kalau menunjukkan sinyal
buy atau
strong buy, maka layak untuk dibeli pasca tanggal
buyback," ungkap Nico.
Baca Juga: Saham Emiten Energi Dibayangi Penurunan Harga Komoditas Bagi yang sudah punya, bisa hold sambil mencermati kenaikan harga berikutnya. "Untuk lebih memaksimalkan potensi profit terhadap aksi
buyback, cermati juga bagaimana fundamental dan valuasi apakah sudah lebih murah dibanding
peers dan rata-rata industri," imbuh Nico. Untuk emiten-emiten yang telah dan sedang menggelar
buyback, Nico merekomendasikan
buy untuk saham BBNI, BBRI, dan MDKA. Sedangkan secara valuasi dan teknikal, Valdy menjagokan saham ADRO. Dalam aksi ini, investor juga perlu mempertimbangkan periode pelaksanaan, alokasi anggaran, serta target maksimal pelaksanaan
buyback. "Namun semuanya tetap kembali ke kondisi fundamental emiten. Penting untuk tidak hanya ikut-ikutan membeli saham sekadar mengikuti
buyback," tandas Valdy. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati