JAKARTA. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menilai penerbitan obligasi infrastruktur akan bisa efektif untuk mengarahkan aliran modal asing yang masuk (capital inflow). Hal itu pun, dimungkinkan akan menarik capital inflow lebih besar jika investor merasa ada kepastian penempatan modal tersebut. "Kayaknya cukup baik, jadi itu uang yang tadinya berkeliaran enggak jelas jadi bisa masuk ke dalam kegiatan yang benar-benar bisa kita lihat dan pantau. Sebenarnya kan alternatif itu banyak, hanya kadang-kadang orang enggak berani mencoba," kata Sekretaris Menteri PPN/Bappenas Syahrial Loetan, Senin (22/11). Syahrial menilai, penerapan obligasi infrastruktur itu bisa dijalankan di Indonesia meski sebelumnya belum pernah terlaksana. Menurutnya, jika kajian itu akhirnya terealisasi, Indonesia cukup siap untuk mengambil langkah tersebut. "Menurut saya sih, kan sekarang kita sudah jual SUN dan segala macam. Uangnya itu dimasukkan ke kas negara dan ditaruh di mana saja, nah kalau sekarang mau masuk khusus ke infrastruktur kan bisa. Apalagi Menteri Keuangan, Bappenas, dan BKPM sekarang sudah ada MOU, jadi kalau ditambah obligasi khusus untuk infrastruktur bisa, itu hak Menkeu untuk menambahnya," tandasnya. Hanya saja yang harus diingat ialah penting bagi investor untuk mendapatkan kejelasan term and conditions-nya. “Jadi kalau dia menanamkan uang periodenya berapa lama, risiko-risiko apa yang harus ditanggung. Kalau mereka merasa nyaman, saya kira uang itu akan disimpan, karena memang kita sudah mulai masuk investment grade dan bilang bahwa prospek ekonomi kita cerah," ucap Syahrial. Syahrial mengatakan, nantinya dana tersebut bisa disalurkan ke proyek-proyek yang dipandang investor cukup menguntungkan. "Kalau yang menguntungkan itu, seperti infrastruktur perkotaan, itu demand-nya tinggi, misalnya bangun tol dalam kota pasti mobilnya langsung penuh, ya kalau dilihat dari kebutuhan sekarang itu masalah transpor lah," tuturnya. Sementara Deputi Sarana dan Prasarana Bappenas Dedi Priatna menambahkan, rencana penerbitan obligasi infrastruktur hingga saat ini masih dalam pengkajian. "Mudah-mudahan. Karena kita inginnya, kita kan ingin punya potensi sumber dana di dalam negeri itu besar sekali, tapi selalu saja memperoleh pembangunan untuk infrastruktur ini investor dari luar negeri karena bunga, tingkat kesulitan dan lain-lain," tandasnya. Dengan adanya obligasi ini, terangnya, diharapkan ke depan infrastruktur jadi lebih baik lagi. Sebelumnya, Pengamat Ekonomi Tony Prasentiono menuturkan, rencana pemerintah menerbitkan obligasi infrastruktur merupakan upaya yang sangat bagus dan patut dicoba. Namun, "Karena kita belum pernah melakukannya, jadi agak diragukan apakah hal ini menarik minat investor, apalagi pembangunan infrastruktur kita sangat lambat," katanya. Untuk itu, katanya, jika pemerintah berkukuh dengan rencana tersebut, sebaiknya Pemerintah bisa memilih terlebih dahulu proyek infrastruktur yang bisa menarik minat investor. "Misalnya yang pembangunannya di Jawa. Untuk kali pertama bisa dipilih monorel Jakarta yang memerlukan dana sekitar Rp 6 triliun. Kalau sukses, bisa disusul dengan proyek-proyek yang lain, namun tetap selektif," tandasnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Investor perlu kejelasan obligasi infrastruktur
JAKARTA. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menilai penerbitan obligasi infrastruktur akan bisa efektif untuk mengarahkan aliran modal asing yang masuk (capital inflow). Hal itu pun, dimungkinkan akan menarik capital inflow lebih besar jika investor merasa ada kepastian penempatan modal tersebut. "Kayaknya cukup baik, jadi itu uang yang tadinya berkeliaran enggak jelas jadi bisa masuk ke dalam kegiatan yang benar-benar bisa kita lihat dan pantau. Sebenarnya kan alternatif itu banyak, hanya kadang-kadang orang enggak berani mencoba," kata Sekretaris Menteri PPN/Bappenas Syahrial Loetan, Senin (22/11). Syahrial menilai, penerapan obligasi infrastruktur itu bisa dijalankan di Indonesia meski sebelumnya belum pernah terlaksana. Menurutnya, jika kajian itu akhirnya terealisasi, Indonesia cukup siap untuk mengambil langkah tersebut. "Menurut saya sih, kan sekarang kita sudah jual SUN dan segala macam. Uangnya itu dimasukkan ke kas negara dan ditaruh di mana saja, nah kalau sekarang mau masuk khusus ke infrastruktur kan bisa. Apalagi Menteri Keuangan, Bappenas, dan BKPM sekarang sudah ada MOU, jadi kalau ditambah obligasi khusus untuk infrastruktur bisa, itu hak Menkeu untuk menambahnya," tandasnya. Hanya saja yang harus diingat ialah penting bagi investor untuk mendapatkan kejelasan term and conditions-nya. “Jadi kalau dia menanamkan uang periodenya berapa lama, risiko-risiko apa yang harus ditanggung. Kalau mereka merasa nyaman, saya kira uang itu akan disimpan, karena memang kita sudah mulai masuk investment grade dan bilang bahwa prospek ekonomi kita cerah," ucap Syahrial. Syahrial mengatakan, nantinya dana tersebut bisa disalurkan ke proyek-proyek yang dipandang investor cukup menguntungkan. "Kalau yang menguntungkan itu, seperti infrastruktur perkotaan, itu demand-nya tinggi, misalnya bangun tol dalam kota pasti mobilnya langsung penuh, ya kalau dilihat dari kebutuhan sekarang itu masalah transpor lah," tuturnya. Sementara Deputi Sarana dan Prasarana Bappenas Dedi Priatna menambahkan, rencana penerbitan obligasi infrastruktur hingga saat ini masih dalam pengkajian. "Mudah-mudahan. Karena kita inginnya, kita kan ingin punya potensi sumber dana di dalam negeri itu besar sekali, tapi selalu saja memperoleh pembangunan untuk infrastruktur ini investor dari luar negeri karena bunga, tingkat kesulitan dan lain-lain," tandasnya. Dengan adanya obligasi ini, terangnya, diharapkan ke depan infrastruktur jadi lebih baik lagi. Sebelumnya, Pengamat Ekonomi Tony Prasentiono menuturkan, rencana pemerintah menerbitkan obligasi infrastruktur merupakan upaya yang sangat bagus dan patut dicoba. Namun, "Karena kita belum pernah melakukannya, jadi agak diragukan apakah hal ini menarik minat investor, apalagi pembangunan infrastruktur kita sangat lambat," katanya. Untuk itu, katanya, jika pemerintah berkukuh dengan rencana tersebut, sebaiknya Pemerintah bisa memilih terlebih dahulu proyek infrastruktur yang bisa menarik minat investor. "Misalnya yang pembangunannya di Jawa. Untuk kali pertama bisa dipilih monorel Jakarta yang memerlukan dana sekitar Rp 6 triliun. Kalau sukses, bisa disusul dengan proyek-proyek yang lain, namun tetap selektif," tandasnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News