KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Investor masih lebih mementingkan tingkat imbal hasil daripada kontribusi berkelanjutan pada investasi produk reksadana
environment, social and governance (ESG) di Indonesia. Ke depan, cara pandang terhadap investasi ESG diharapkan berubah. Direktur Panin Asset Management (Panin AM) Rudiyanto memandang, faktor imbal hasil memang masih menjadi perhatian utama investasi ESG di Indonesia.
Baru sedikit saja investor yang berinvestasi ESG karena tujuan untuk dukungan keberlanjutan. Kalau di luar negeri, investasi produk ESG sudah banyak mengutamakan komitmen keberlanjutan ketimbang memikirkan besaran imbal hasil. Namun memang di sisi lain, kondisi keuangan perusahaan yang berdampak pada imbal hasil produk juga menjadi perhatian.
"Faktor imbal hasil masih nomor satu untuk investasi ESG di Indonesia," kata Rudiyanto kepada Kontan.co.id, Selasa (24/9).
Baca Juga: Minat Investasi Terhadap Reksadana ESG Terus Meningkat Walaupun demikian, Rudiyanto melihat, minat investasi ESG di Indonesia mungkin akan lebih baik. Hal itu seiring ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan perusahaan berpartisipasi pada keuangan berkelanjutan. Adapun produk reksadana ESG kelolaan Panin AM diantaranya Panin Dana Teladan yang menyisihkan sebagian dari manajemen untuk yayasan sosial. Selain itu, Panin Sri Kehati bekerja dengan cara kerja yang sama, tapi khusus ke Yayasan Sri Kehati. Dari sisi imbal hasil, Rudiyanto menilai, tahun ini reksadana berbasis Sri Kehati kalah dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Sebab, komponen saham dalam indeks Sri Kehati yang kebanyakan
blue chip masih ada yang belum kembali ke level tertingginya alias
All Time High (ATH). Jika dibandingkan, indeks Sri Kehati mencatatkan imbal hasil -2,95%
year to date (Januari–Agustus) 2024. Sedangkan, IHSG naik sekitar 5,47% dalam periode yang sama.
Baca Juga: Jadi Jawara Sepekan Terakhir, Ini 5 Reksadana Saham Terbaik Rudiyanto menjelaskan, pergerakan Indeks Sri Kehati berkaitan erat dengan aliran dana asing. Namun walau dana asing tengah masuk ke Indonesia akibat pemangkasan suku bunga acuan, sentimen suku bunga dinilai datang dan pergi, sehingga prospeknya masih tak menentu. "Sri Kehati itu sahamnya cenderung
proxy dari aliran dana asing. Artinya bila asing masuk cenderung akan naik dan sebaliknya," imbuh Rudiyanto. Direktur Utama BNP Paribas AM Maya Kamdani, tak memungkiri bahwa imbal hasil reksadana ESG kalah daripada reksadana tradisional dalam jangka pendek atau kurang dari setahun. Namun, bila ditarik periode yang lebih panjang, misalnya 3-5 tahun atau lebih, terpantau
return produk investasi ESG lebih tinggi dibanding investasi konvensional dan imbal hasil juga lebih stabil. Oleh karena itu, Maya berujar, cara pandang masyarakat terhadap investasi berbasis ESG perlu diubah.
Reksadana ESG lebih cocok untuk produk investasi jangka panjang dan sebagai manajemen risiko (risk management). "Investasi berbasis ESG bisa dilihat sebagai alat bantu memitigasi risiko," tutur Maya saat diwawancarai Kontan.co.id, Selasa (24/9).
Baca Juga: MAMI: Pasar Obligasi Berpotensi Positif Saat Pemangkasan Suku Bunga Adapun produk reksadana berbasis ESG BNP Paribas AM yang pertama adalah BNP Paribas Cakra Syariah USD yang diluncurkan tahun 2016.
Dari Januari – Agustus 2024, imbal hasil produk reksadana tersebut 14.24% ytd dibandingkan tolak ukurnya Indeks Dow Jones Islamic Developed Market World yang sebesar 12.38% YtD. Secara total, PT BNP Paribas AM kini mengelola empat reksadana yang mengusung tema berkelanjutan. Selain BNP Paribas Cakra Syariah USD, BNP Paribas mengelola produk BNP Paribas Greater China Equity Syariah USD, BNP Paribas Sri Kehati, BNP Paribas Indonesia ESG Equity. Prinsip ESG sendiri memang sudah menjadi komitmen grup BNP Paribas global. Komitmen ESG atau keberlanjutan sudah menjadi perhatian grup BNP Paribas sejak tahun 2002 silam.
Baca Juga: Suku Bunga Turun, Kocok Ulang Portofolio Sesuai Profil Risiko Sementara di Indonesia, produk-produk investasi berbasis ESG BNP Paribas mulai hadir tahun 2016. BNP Paribas memiliki ciri khas mengombinasikan filter ESG dan prinsip syariah dalam penyusunan produknya, yang diyakini memberikan imbal hasil optimal. "Jadi kami mulai masuk 2016, edukasi ke masyarakat tentang betapa penting investasi ESG karena sebagai salah satu cara memitigasi risiko dalam reksadana," ungkap Maya. Maya melihat, pelan-pelan edukasi ke masyarakat mulai membuahkan hasil dan investor kini mulai tertarik pada investasi berbasis ESG. Setidaknya 1-2 tahun terakhir, minat investasi ESG meningkat seiring pula program pemerintah untuk mencapai
net zero emission. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati