Investor Risk Off, Seluruh Aset Kripto Ambruk



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar aset kripto tengah berada dalam guncangan hebat. Dalam tujuh hari terakhir, beragam aset kripto telah mengalami koreksi lebih dari 20%.

Merujuk Coinmarketcap, harga Bitcoin pada hari ini (13/5) pukul 07.00 WIB, di US$ 28.996,16 per BTC atau melemah 20,70% dalam sepekan terakhir.

Sementara Ethereum dan Binance Coin juga menorehkan tren serupa. Tercatat, Ethereum saat ini berada di US$ 1.958,36 per ETH atau melemah 28,71%. Lalu Binance Coin juga sudah terkoreksi 28,88% dalam tujuh hari terakhir menjadi 269,03 per BNB.


Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo menjelaskan, penurunan harga aset kripto tak terlepas dari aksi jual di bursa saham utama di seluruh dunia. Hal ini seiring dengan laporan inflasi Amerika Serikat (AS) terbaru, yang menunjukkan harga konsumen lebih tinggi dari yang diharapkan pada bulan April.

“Hal ini membuat Bitcoin sempat jatuh ke level US$ 26.600 yang merupakan level terendahnya dalam setahun terakhir. Jika sampai Bitcoin diperdagangkan di bawah US$ 25.000, tidak menutup kemungkinan akan menyebabkan crash hingga ke level US$ 20.000,” kata dia ketika dihubungi Kontan.co.id, Kamis (12/5).

Baca Juga: Mata Uang Kripto Terra Tersungkur ke Level Terendah Sepanjang Sejarah

Menurutnya, koreksi ini memang tidak bisa dihindarkan mengingat aset berisiko memang sedang dihindari di seluruh pasar keuangan global. Tak mengherankan jika pada akhirnya aset kripto mengalami penurunan yang lebih dalam karena tidak memberikan lindung nilai, layaknya emas atau dolar AS.

Lebih lanjut, peluang untuk Bitcoin mengalami rebound dan kembali berada di zona hijau memang terbuka. Namun, di satu sisi, tren koreksi juga masih terbuka lebar karena pasar tidak bisa menebak seberapa dalam jurang koreksi.

Oleh karena itu, bagi investor yang ingin melakukan investasi, ada baiknya untuk menunggu terjadinya perubahan tren terlebih dahulu. Agar tidak terperangkap untuk menadah pisau yang sedang jatuh.

“Secara teknis, aset memasuki jenuh jual, namun perlu menunggu momentum pembalikan terlebih dahulu. Apalagi, isu kenaikan suku bunga masih sangat santer, dan intervensi verbal soal pengetatan moneter masih terus disuarakan,” tutupnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari