Investor ritel menjadi penopang kenaikan bursa saham sepanjang tahun ini



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi Covid-19 menekan pergerakan harga saham baik di Indonesia maupun negara-negara lainnya. Mengutip catatan Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG tertekan 10,91% ke level 5.612 per 30 November 2020. 

Kendati masih di zona merah, pergerakan harga ini jauh lebih baik dibanding bulan Maret 2020 ketika Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus Covid-19 pertama di Indonesia. Pada saat itu, IHSG sempat menyentuh level terendahnya sepanjang tahun 2020 yakni di level 3.937,63  per 24 Maret 2020 atau turun 37,49% dibanding akhir tahun lalu.

Akan tetapi seiring waktu berjalan, aktivitas perdagangan kian menunjukkan perbaikan. Ini tercermin dari kenaikan IHSG yang mencapai level 5.612,42 pada 30 November 2020. 


Tidak hanya itu, rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) di bulan November 2020 mengalami peningkatan menjadi Rp 12,9 triliun per hari. 

Baca Juga: Transaksi harian di bursa meningkat signifikan, ini faktor pendorongnya

Di tengah pandemi Covid-19 yang membayangi pergerakan IHSG, investor ritel juga meningkat. BEI mencatat, sepanjang Januari hingga Oktober 2020 investor retail mendominasi total trading value hingga 44,3%. Setelahnya disusul investor institusi domestik 21,7% dan investor institusi asing 34,0%. 

Melihat angka tersebut, Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno  Djajadi menyimpulkan, sepanjang 2020 ini investor domestik memang cenderung mendominasi perdagangan di bursa hingga lebih dari 60%. Tekanan jual dari investor asing diserap oleh investor domestik, khususnya investor ritel. 

"Bahwasanya ini memang tahun kebangkitan untuk ritel kita," ungkapnya dalam Media Gathering Pasar Modal 2020 yang digelar secara semi virtual, Selasa (1/12). 

Adapun Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat, per 19 November 2020 jumlah invetsor di pasar modal mencapai 3,53 juta. Realisasi ini meningkat signifikan 42,19% dibanding akhir tahun 2019 yang mencapai 2,48 triliun. 

Dari jumlah tersebut sebesar 3,50 juta di antaranya merupakan investor individual dan 32.073 lainnya merupakan investor institusi. Sementara itu sebanyak 1,5 di antaranya merupakan investor C-Best atau saham. Jumlah ini juga meningkat 36,13% dari akhir tahun 2019 yang tercatat 1,14 juta. 

Direktur Utama Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) Uriep Budhi Prasetyo mengamati, adanya kemudahan untuk membuka rekening melalui gadget menjadi salah satu pendorong peningkatan jumlah investor. Belum lagi peraturan maupun  kebijakan yang diterapkan di tengah pandemi Covid-19 membuat pasar modal semakin menarik. 

Inarno menambahkan, peningkatan jumlah investor maupun transaksi sepanjang tahun 2020 juga tidak terlepas dari perubahan perilaku masyarakat selama pandemi Covid-19. Menurutnya, masyarakat yang memiliki dana lebih menjadi lebih terdorong masuk ke pasar.  Oleh karenanya Inarno berharap, perubahan perilaku ini akan terbawa hingga tahun dengan sehingga kinerja bursa akan semakin baik. 

Sekadar informasi, tidak hanya aktivitas perdagangan yang menunjukan perbaikan, peningkatan juga terlihat pada jumlah pencatatan efek baru yang masih bertumbuh di tengah pandemi. Hingga 30 November 2020, sebanyak 708 perusahaan telah tercatat di BEI.  

Pada 2020, sudah tercatat 46 Initial Public Offering (IPO) Saham, delapan Exchange Traded Fund (ETF), 95 Emisi Obligasi/Sukuk Korporasi, dan satu Efek Beragun Aset (EBA) dengan total fund raised sebesar Rp 108,71 triliun. 

Baca Juga: Lagi, BEI cetak rekor nilai transaksi harian tertinggi pada perdagangan Senin (30/11)

Tidak hanya itu, saat ini masih terdapat 20 perusahaan yang masuk ke dalam pipeline calon emiten. Dari pipeline tersebut, setidaknya 50% atau sekitar 10 hingga 15 perusahaan yang akan  melantai di bursa pada bulan Desember 2020. 

Adapun untuk tahun depan, ditargetkan akan ada 30 calon emiten lagi yang mencatatkan sahamnya di bursa. 

Selanjutnya: OJK berencana menaikkan nilai minimal penawaran umum efek

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi