KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan asal Thailand di Indonesia menyumbang realisasi investasi sebesar lebih dari Rp22 triliun dalam lima tahun terakhir. Gerak agresif dalam ekspansi bisnis mereka dalam beberapa contoh dapat dilihat dalam kerjasama ThaiOil dengan Chandra Asri dalam membangun petrokimia, SCG yang membawahi Mitra10, PTT Thailand yang bekerjasama dengan blok migas hingga Siam Cement Group yang juga sudah cukup lama masuk pasar Indonesia dengan masuk konsentrasi di pasar petrokimia dan mengakuisisi sebagian saham Chandra Asri. Begitu pula dengan ekspansi PT Charoen Phokphand Indonesia Tbk (CPIN) di pasar unggas Indonesia baik berupa bibit maupun
feedmill.
Baca Juga: Dukung kelestarian lingkungan, dr soap adakan program daur ulang sampah plastik Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia, Toto Pranoto menuturkan alasan perusahaan asal Thailand ini bergerak agresif di Indonesia, didasari oleh adanya kesadaran pasar Indonesia yang memiliki 260 juta penduduk dan
purchasing power cukup baik adalah
market yang potensial. "Perusahaan asal Thailand seperti SCG, Charoen dan PTT sadar tidak mungkin mengembangkan bisnis hanya di pasar domestik mereka saja, karenanya mereka
go expansion. Sebenarnya tidak hanya Thailand, hal ini juga disadari oleh pelaku bisnis di ASEAN," jelasnya kepada Kontan, Kamis (4/8). Lebih lanjut, jika dibandingkan dengan strategi BUMN dalam negeri yang dinilai kurang agresif berekspansi, Toto berpendapat bahwasanya BUMN Indonesia rata-rata berpandangan bahwa pasar domestik masih relatif besar. Akibatnya, mereka jarang bertindak
out of the box dengan langkah ekspansi. Toto mencatat, BUMN yang melalukan langkah ekspansi dengan akuisisi masih terbatas. Misalnya saja, Semen Indonesia yang mengakuisisi Thamlong Cement di Vietnam sekitar 10 tahun lalu. "Namun mulai ada fenomena menarik di mana sinergi beberapa BUMN kini mulai merambah pasar mancanegara. Misalnya konsorsium PT Industri Kereta Api Persero INKA- PT Wijaya Karya WIKA- PT Timah Tbk masuk ke pasar di Afrika. Jadi mereka menjalankan model bisnis
partnership dengan mitra di satu negara Afrika," jelasnya.
Baca Juga: Jika PPKM terus diperpanjang, ekonomi kuartal III-2021 hanya akan tumbuh 3%-4% Dalam
partnership tersebut, INKA duduk sebagai
lead concortium yang menawarkan pembangunan jalur kereta dari mulut tambang sampai dengan pelabuhan. Lalu WIKA menjalankan pekerjaan konstruksi, sedangkan PT Timah mengelola tambang sampai dengan rencana ekspor. Jadi pemerintah di Afrika tersebut membayar biaya investasi jalur kereta dengan penjualan hasil tambangnya. Menurut Toto, ini menjadi suatu terobosan model bisnis bagi BUMN Indonesia. "Ke depan, dukungan lembaga pembiayaan ekspor juga sangat penting untuk mendukung bisnis seperti yang dikerjakan oleh konsortium INKA ini," tutup dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi