Investree Sebut Ada 5 Perusahaan Besar Sebagai Peminjam Alami Gagal Bayar



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masalah kredit macet menyelimuti industri peer-to-peer (P2P) lending. Salah satunya juga tengah menghantui PT Investree Radhika Jaya. Para lender fintech lending tersebut sempat mengeluh karena telatnya pembayaran hasil investasi.

Terkait hal itu, Co-Founder & CEO Investree Adrian Gunadi menyatakan telatnya pembayaran ternyata salah satunya disebabkan 5 perusahaan besar yang mengalami gagal bayar. 

Adrian mengungkapkan ada 5 borrower besar yang mengalami gagal bayar atau gagal pinjaman selama 90 hari berdasarkan pengaduan dari lender


Adapun terdiri dari perusahaan BUMN hingga multinasional. Mereka bergerak di sektor tekstil dan garmen, transportasi dan logistik, minyak dan gas, penyediaan komputer, dan sektor konstruksi.

Baca Juga: OJK: Kinerja Fintech Melambat Dipengaruhi Kondisi Ekonomi Indonesia

"Kalau dilihat, mereka adalah borrower yang memang sebenarnya sudah atau pernah didanai bersama Investree, bahkan ada yang dari 2014 dan performanya mereka bagus," ujarnya di kawasan Jakarta Selatan, Kamis (8/6).

Adrian menyebut perusahaan yang mengalami gagal bayar sejak Agustus 2022 memang tidak terlepas dari sisi pandemi Covid-19 sehingga membuat bisnis tersendat. Berdasarkan dari sisi rating, 5 perusahaan besar itu B dan C. Adapun nilai pinjamannya dari Rp 200 juta hingga hampir Rp 2 miliar. 

Adrian juga mengungkapkan rata-rata pendanaan tersebut lebih dari 50% didanai oleh para ritel lender. Dia menyebut Investree memang memiliki karakteristik pendanaan yang lebih besar dibandingkan fintech lainnya. 

"Sebab, fokus awal Investree adalah segmen usaha kecil dan menengah, kebanyakan dari mereka yang memiliki kontrak dengan beberapa perusahaan dengan kondisi makro dan faktor di lapangan bisa menyebabkan adanya risiko gagal bayar yang lebih besar," ungkapnya.

Adrian menerangkan action plan yang akan dilakukan pihaknya, yakni akselerasi dari penyelesaian pembiayaan bermasalah tersebut. Dia mengatakan kalau dilihat dari sisi faktor risiko kredit yang di atas 90 hari, sudah harus dicatatkan sebagai pembiayaan yang bermasalah. 

"Jadi, kalau memang ada yang dibilang belum dibayar 200 hari atau 300 hari, faktanya perusahaan tersebut sudah mengalami gagal bayar. Apa yang dilakukan? Tentunya bisa dilakukan restrukturisasi apabila masih ada kemampuan dan kemauan dari borrower untuk melakukan restrukturisasi," kata Adrian.

Selain itu, Adrian menyebut upaya penyelesaian lainnya, yakni bisa melalui penjualan aset dari debitur karena salah satu yang dipegang Investree adalah jaminan personal. 

Dia mengatakan pihaknya juga bisa menempuh jalur hukum untuk mengakselerasi penyelesaian tersebut, tetapi mungkin tak langsung mengambil langkah itu karena rata-rata peminjam tersebut adalah PT, CV, atau badan hukum. 

Baca Juga: AFTECH Ingin Tingkat Literasi Keuangan Akibat Pinjaman Macet

"Tentunya kami harus taat pada aturan perundangan-undangan yang berlaku, seperti aturan POJK Nomor 10 yang berkaitan dengan aspek pembiayaan bermasalah, seperti hak tagih," ungkapnya.

Adrian juga menjelaskan pihaknya akan terus berkomunikasi intensif kepada para lender terkait dengan kondisi dan upaya penyelesaian kredit macet. Dia pun tak memungkiri penyelesaian pembiayaan bermasalah tersebut membutuhkan waktu yang tak cepat. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi