KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Potensi migas Indonesia sejatinya masih sangat menjanjkan dan dapat terus dikembangkan sebagai salah satu pilar untuk mendukung perekonomian Indonesia. Namun melihat masih belum stabilnya harga minyak dunia dan terbatasnya dana yang tersedia untuk melakukan eksplorasi dan investasi, investor sangat selektif untuk memilih di negara mana mereka akan melakukan investasi. “Kondisi itu membuat perusahaan migas saat ini sangat ketat dalam menentukan ranking untuk mengambil keputusan berinvestasi. Investasi hanya akan dikeluarkan pada proyek yang dinilai dapat memberikan tingkat pengembalian menarik dengan tingkat risiko relatif rendah," ujar Presiden Indonesia Petroleum Association (IPA), Ronald Gunawan, pada acara Rapat Umum Tahunan (Annual General Meeting) IPA ke-47 Tahun 2018, di Jakarta, Rabu (5/12). Ditambahkan Ronald, pada awalnya industri sempat berpikir sudah terjadi perbaikan pasca kenaikan harga minyak dunia antara US$ 60-75 per barrel periode Januari hingga September 2018. Ternyata hal tersebut berubah memasuki Kuartal ke-4 Tahun 2018, saat harga minyak dunia turun ke angka sekitar US$ 55-60 per barrel. "Faktor harga minyak dunia merupakan satu ketidakpastian yang harus dihadapi industri migas nasional dan industri migas pada umumnya," ujarnya.
IPA: Potensi migas Indonesia masih menjanjikan
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Potensi migas Indonesia sejatinya masih sangat menjanjkan dan dapat terus dikembangkan sebagai salah satu pilar untuk mendukung perekonomian Indonesia. Namun melihat masih belum stabilnya harga minyak dunia dan terbatasnya dana yang tersedia untuk melakukan eksplorasi dan investasi, investor sangat selektif untuk memilih di negara mana mereka akan melakukan investasi. “Kondisi itu membuat perusahaan migas saat ini sangat ketat dalam menentukan ranking untuk mengambil keputusan berinvestasi. Investasi hanya akan dikeluarkan pada proyek yang dinilai dapat memberikan tingkat pengembalian menarik dengan tingkat risiko relatif rendah," ujar Presiden Indonesia Petroleum Association (IPA), Ronald Gunawan, pada acara Rapat Umum Tahunan (Annual General Meeting) IPA ke-47 Tahun 2018, di Jakarta, Rabu (5/12). Ditambahkan Ronald, pada awalnya industri sempat berpikir sudah terjadi perbaikan pasca kenaikan harga minyak dunia antara US$ 60-75 per barrel periode Januari hingga September 2018. Ternyata hal tersebut berubah memasuki Kuartal ke-4 Tahun 2018, saat harga minyak dunia turun ke angka sekitar US$ 55-60 per barrel. "Faktor harga minyak dunia merupakan satu ketidakpastian yang harus dihadapi industri migas nasional dan industri migas pada umumnya," ujarnya.