KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun 2023, perusahaan plat merah digadang-gadang akan cukup banyak yang akan menggelar
initial public offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Antara lain, PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), PT Pertamina Hulu Energy (PHE), PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT), dan Palm Co. Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Desy Israhyanti berpendapat, IPO para BUMN cukup menarik diperhatikan. Sebab, berbicara BUMN berarti berbicara mengenai dukungan kuat induk perusahaan. Menurutnya, apabila prospeknya ke depan baik dan posisinya kuat, tetapi kinerjanya tengah menantang pihaknya meyakini pemerintah akan memberikan dukungan.
"Sehingga, di samping reputasi ada probabilitas jaminan tingkat keamanan yang relatif lebih besar," ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (3/2). Memang, secara historis beberapa BUMN mengalami penurunan dari harga IPO. Contohnya, PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) dari harga IPO Rp 800 menjadi Rp 678 per saham. Lalu, ada PT Adhi Commuter Properti Tbk (
ADCP) dari Rp 130 menjadi Rp 72, PT Phapros Tbk (
PEHA) dari Rp 1.198 menjadi Rp 710, dan PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (
GMFI) yang ambles dari Rp 400 menjadi Rp 60 per saham. Namun Desy memandang hal tersebut tidak dapat disamaratakan. Sebab, apresiasi investor terhadap suatu saham bergantung banyak variabel, mulai dari performa saham itu sendiri dan likuiditasnya, kinerja keuangan, sentimen yang beredar, kemampuan manajemen yang diukur dari beberapa kebijakan, strategi, inovasi hingga integrasi bisnis yang dilakukan. "Apalagi kalau pergerakan saham itu cenderung fluktuatif sehingga apresiasinya akan bergantung dengan prospek emiten yang dilihat dari banyak aspek," terangnya.
Baca Juga: Apa Kata Analis Avere Investama dan Pilarmas Soal IPO Pertamina Geothermal Energy? Oleh sebab itu, Desy menyarankan sebelum membeli saham IPO ada baiknya mengenal siapa emitennya, apa kegiatan usahanya, bagaimana emiten men-generasikan pendapatan, kinerja keuangannya, kebijakan dividen jika ada, sentimen apa saja yang dapat mempengaruhi kinerja keuangan hingga kinerja sahamnya. Dengan begitu sebagai investor akan mampu positioning terkait pengelolaan portfolio saham. Sebaliknya, Direktur Avere Investama Teguh Hidayat menilai IPO BUMN tidak menjamin keuntungan bagi investor menilik hasil IPO beberapa BUMN sebelumnya. Ia mencontohkan IPO
PGEO yang prosesnya sudah dimulai. Menurutnya, sebagai emiten energi terbarukan maka produknya masih berupa pengembangan. Menurutnya, hal tersebut memiliki risiko yang tinggi harganya mencetak penurunan. Oleh sebab itu, ia menyarankan investor sebaiknya masuk setelah melihat pengembangan yang dilakukan PGEO. Teguh mencontohkan, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (
BRIS) yang kala itu IPO di harga Rp 510. Pada awal, harga sahamnya pun sempat turun ke Rp 200 per saham. "Bayangkan jika masuk di harga Rp 200 dan saat ini harganya sudah sekitar Rp 1.300 sehingga return yang dihasilkan maksimal," terangnya. Hanya saja, secara momentum IPO PGEO ini dinilai tepat. Sebabnya, saat ini ramai cerita mengenai energi terbarukan. Dengan begitu, Teguh menilai target dana terkumpul dari IPO PGEO akan tercapai.
Baca Juga: Simak Daftar 38 Perusahaan yang Hendak IPO dan Melantai di BEI "Namun apakah dari sisi investor yang membeli akan diuntungkan, belum tentu karena produk-produk PGEO masih berupa pengembangan," katanya.
Sementara untuk prospek emiten lainnya, kedua analis belum bisa membeberkan lebih jauh. Namun, Teguh berpandangan, BUMN lainnya tersebut masih menunggu momentum yang tepat. Selain itu juga memantau hasil IPO PGEO untuk melihat respon pasar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto