PT Phapros Tbk saat ini bersiap terlibat dalam program holding BUMN di sektor farmasi. Langkah awal ini dimulai dengan menggabungkan diri menjadi anak usaha PT Kimia Farma Tbk. Kepada jurnalis KONTAN Putri Werdiningsih, Barokah Sri Utami, Direktur Utama PT Phapros Tbk, berbagi cerita mengenai rencana pengembangan perusahaan dalam holding tersebut. Saya mulai bekerja di Phapros pada tahun 1989. Saat itu, saya bertanggung jawab dalam hal kontrol dan jaminan kualitas. Awalnya, saya hanya ingin menyelesaikan wajib kerja sarjana selama kurang lebih 2 tahun. Tetapi, ternyata keterusan sampai sekarang. Sejak awal bekerja sampai tahun 2013, saya banyak berada di kantor Phapros Semarang. Baru di tahun 2013, saya mulai mondar-mandir ke Jakarta karena ditunjuk sebagai Direktur Produksi. Kemudian tahun 2016, saya ditunjuk menjadi direktur utama dan sepenuhnya hijrah berkantor di ibukota.
Sebagai direktur utama, amanat yang diberikan kala itu adalah untuk menjalankan visi dan misi Phapros. Kebetulan tahun 2011, saya ditunjuk sebagai ketua tim yang menyusun visi dan misi untuk rencana jangka panjang perusahaan. Jadi, saat diangkat sebagai direktur utama, saya sudah tahu betul apa yang harus dilakukan. Tidak ada pesan khusus yang dititipkan oleh pemegang saham. Bagi mereka, yang penting saya harus mengelola perusahaan yang memberikan nilai tambah sebesar-besarnya. Bagaimana caranya, kapan, seperti apa? Itu semua tergantung saya dan
board of director (BOD). Saat awal menjabat, pertama-tama yang harus saya lakukan adalah melihat terlebih dulu di mana kekuatan kami. Saya membuat skala prioritas apa saja yang kira-kira akan membuat Phapros lebih besar. Tidak hanya sekedar secara internal, tetapi juga eksternal. Kemudian dilanjutkan dengan menyusun strategi bersama-sama dengan BOD. Salah satu rencananya adalah IPO. Sejak awal, saya memang sudah ingin supaya kami bisa listing di Bursa Efek Indonesia (BEI). Persiapan intensif dilakukan kurang dari 1 tahun. Akhirnya, kami Phapros resmi listing pada 26 Desember 2018. Selama saya memimpin Phapros, IPO merupakan salah satu keputusan besar yang saya ambil. Selain itu, keputusan yang cukup besar juga terjadi saat kami membeli saham PT Lucas Djaja Group dan PT Marin Liza. Itu keputusan besar, karena investasinya mencapai Rp 350 miliar. Ini investasi paling besar selama Phapros berdiri. Gabung ke Kimia Farma Belum lama ini, kami memutuskan untuk bergabung menjadi anak usaha PT Kimia Farma Tbk. Sebelumnya, kami berada di bawah PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI). Penggabungan ini berkaitan dengan pembentukan holding BUMN di bidang farmasi. Kimia Farma akan mengelola holding tersebut. Saat ini mulai persiapan, bolanya segera bergulir. Dalam holding itu, Phapros akan tetap berperan sebagai anak perusahaan Kimia Farma yang fokus ke bidang manufaktur dan jasa. Nanti, kami akan memetakan kekuatan masing-masing. Tinggal dilakukan sinkronisasi apa yang beririsan dan apa yang tidak perlu. Dengan Phapros bergabung ke Kimia Farma, masalah kapasitas juga bisa terselesaikan. Soalnya, Kimia Farma memiliki fasilitas produksi yang cukup besar, sehingga kami bisa saling bersinergi. Kimia Farma dan Phapros harus bisa sejalan. Ke depannya, Phapros masih akan tetap mengembangkan diri di industri manufaktur, industri farmasi, dan alat kesehatan. Spesialisasi kami adalah pada produk anestesi gigi, ortopedi, alat kesehatan, dan multi vitamin. Sejak awal berdiri, produk multi vitamin andalan kami adalah tablet penambah darah Livron B-Plex. Kemudian ada juga Antimo. Bahkan, nama Antimo lebih terkenal daripada Phapros sebagai perusahaan pembuatnya. Rencana ekspansi Kami juga memiliki jasa fasilitas injeksi. Kalau membangun fasilitas injeksi, biayanya kan tinggi. Nah, kami memiliki kapasitas besar yang bisa digunakan oleh pihak lain. Kami bisa mengintensifkan idle capacity. Dalam pengembangan Phapros, saya ingin pertumbuhannya bisa berkelanjutan (sustain). Jangan hanya tumbuh di tahun depan, lantas di tahun-tahun berikutnya tidak tumbuh. Nah, tumbuh berkelanjutan itu artinya tidak hanya menyangkut profit, tetapi juga lingkungan seperti karyawan. Untuk itu, kami telah menyiapkan rencana kerja jangka panjang perusahaan. Yang paling dekat, pada semester II ini, kami akan melakukan penerbitan saham baru atau right issue. Kami menargetkan bisa mengantongi dana Rp 1 triliun. Dana hasil right issue ini, pertama, akan dialokasikan sebagai capital expenditure (capex) untuk investasi. Kami ingin berinvestasi mesin cartridge ampul untuk anestesi gigi, baik itu dilakukan dengan penambahan mesin dan juga penambahan varian produk teknologi yang digunakan. Kalau dulu ampul menggunakan jarum yang besar, sekarang jarum aplikatornya lebih kecil. Kedua, hasil right issue juga akan digunakan untuk merestrukturisasi pinjaman tahun lalu yang digunakan untuk membeli pabrik. Tahun 2018, kami membeli pabrik milik PT Lucas Djaja Group dan PT Marin Liza. Dananya berasal dari perbankan dan internal. Kalau tidak dilakukan right issue sekarang, beban bunganya akan menjadi tinggi. Selain right issue, pada tahun 2019 ini, Phapros juga lebih fokus pada pasar ekspor produk obat dan peralatan kesehatan. Belakangan ini, kami sedang mencoba masuk ke Nigeria. Sekarang sedang diproses izin edarnya. Menurut rencana, pada tahap awal, produk yang akan dibawa adalah Antimo. Saya berharap pada semester I, izin edar bisa keluar sehingga ekspor bisa direalisasikan pada semester II. Meramu hobi bermain tenis dan memelihara tanaman Menginjak usia pertengahan kepala lima, tak menyurutkan semangat Barokah Sri Utami untuk rutin berolahraga. Setidaknya dua kali dalam sepekan, Direktur Utama PT Phapros Tbk itu selalu meluangkan waktu bermain tenis. Walaupun tidak se-jago Serena Williams, tapi saya hobi main tenis, ungkapnya. Padahal awalnya, wanita yang akrab disapa Emmy itu tidak bisa bermain tenis. Saat kuliah, ia lebih sering bermain bulutangkis. Namun karena lingkungan kerja di pabrik Phapros Semarang memiliki dua lapangan tenis, akhirnya alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) ini pun mulai belajar. Bahkan, Emmy sempat bergabung dengan klub tenis yang dibentuk kantor Phapros Semarang. Sayangnya, saat hijrah ke Jakarta, tidak ada lagi klub tenis di kantor pusat. Ia pun lebih memilih bermain tenis bersama rekannya sesama alumni ITB. Kalau di Jakarta, biasanya saya main dengan teman-teman alumni ITB di Epicentrum, imbuhnya. Walaupun cukup rajin bermain tenis, tetapi Emmy mengaku tidak suka mengikuti kejuaraan tenis. Paling banter, wanita kelahiran 1 Januari 1963 hanya mengikuti pertandingan persahabatan antar-klub saja. Saat ini, ia tergabung di kelompok Srondol Bumi Indah Tenis Club. Ini merupakan klub tenis warga di perumahan tempat tinggalnya. Tak hanya berolahraga, rupanya Emmy juga hobi tanaman. Bahkan sebelum akhirnya masuk di jurusan apoteker ITB, ia sudah menyukai tanaman herbal. Awalnya tidak terpikir bisa menjadi apoteker, bebernya. Di Semarang, ibu dua orang anak ini memiliki koleksi tanaman yang cukup lumayan. Salah satu tanaman kesayangannya adalah bunga telang. Menurutnya, bunga yang kerap menjadi pewarna biru ini memiliki banyak manfaat untuk kesehatan.
Selain bunga telang, tanaman lain yang dibanggakan adalah daun cincau. Kalau umumnya kita mengonsumsi cincau berwarna hitam yang siap pakai. Nah, dengan daun tersebut, cincau bisa dibuat sendiri di rumah. Cukup diremas-remas, lalu dicampur air sehingga bisa jadi cincau. Tidak hanya di Semarang, hobi tanaman ini juga turut dibawa ke Jakarta. Di area terbuka lantai 4 kantornya, Emmy juga menanam beberapa pot tanaman kelor. Baginya, kelor memiliki manfaat yang cukup banyak untuk kesehatan. Meski cukup menikmati hobi tenis dan tanaman, tetapi masih ada banyak cita-cita yang belum diwujudkan oleh wanita berusia 56 tahun itu. Bos Phapros ini masih bermimpi untuk bisa menginjakkan kaki di Masjidil Aqsa di Yerusalem. Saya ingin sebelum dipanggil, bisa ke sana. Ini sudah masuk bucket list, tutupnya.♦ Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Adi