JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih belum berani mengusut dugaan korupsi di tubuh TNI dan Polri. Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S. Pane menyebut, hingga kepemimpinan KPK telah berganti tiga kali, masih banyak proyek alat utama sistem persenjataan (alutsista) di TNI dan Polri yang belum juga berani disentuh oleh KPK. Tak heran, IPW yang juga Deklarator Komite Pengawas KPK mendesak agar pimpinan KPK yang baru, Abraham Samad berani mengusut dugaan korupsi di tubuh TNI dan Polri yang selama ini tidak tersentuh.Sekedar catatan, usia kepimpinan Abraham akan genap satu bulan pada Senin (16/1) besok. Namun, belum ada tanda-tanda akan membongkar kasus-kasus korupsi baru, selain melanjutkan kasus lama. Padahal, Abraham berjanji akan mengundurkan diri, jika dalam setahun tidak mampu menuntaskan PR pimpinan KPK Jilid II tersebut.IPW menilai, sebenarnya, banyak proyek di TNI dan Polri yang terindikasi korupsi dan bisa diselidiki Abraham Samad dan anggotanya. Di TNI, KPK bisa mengusut proyek-proyek pengadaan alat utama sistem pertahanan (alutsista) yang mangkrak, seperti 39 unit kapal perang bekas Jerman Timur yang menjadi besi tua, 3 dari 10 pesawat tempur Sukhoi yang tidak bisa terbang, 10 pesawat M17 yg tidak punya GPS, lima pesawat M35 yang tidak punya rudal dan sudah rusak, dan lain-lain.Sementara itu, di institusi Polri, KPK bisa mengusut proyek Pusat Latihan Polri di Cikeas yang kini terlantar, kasus rekening gendut, pengadaan mobil patroli, alat komunikasi dan jaringan komunikasi (alkom-jarkom), proyek-proyek fasilitas di Direktorat Lalulintas, dan aksi tembak syarat Kartu Tanda Penduduk (KTP) dalam perpanjangan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) yang diduga merugikan pemasukan negara ratusan miliar."Sudah saatnya KPK turun tangan mengawasi proyek-proyek alutsista di Polri maupun TNI. Sebab, proyek-proyek ini menghabiskan dana puluhan triliun yang hasilnya terkadang tidak tepat guna dan mubazir," kata Neta, dalam siaran pers yang dirilis Minggu (15/1).Kata Neta, ada kebiasaan buruk di TNI dan Polri, yaitu setiap pembelian alutsista tidak pernah lengkap. Akibatnya, setelah dibeli dan saat dioperasionalkan, alutsista itu tidak bisa digunakan, tidak tepat guna, bahkan tidak berguna sama sekali. Alhasil, alutsista dari uang rakyat itu itu ditelantarkan. Hal itu karena proses pembeliannya diduga sarat Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dan kebanyakan menjadi korban uang untuk komisi atau fee.IPW menyarankan dalam pengadaan alusista, KPK perlu mencermati sejauhmana proyek itu sesuai dengan Rencana Stretegis (Renstra), juga sejauhmana alutsista itu terukur secara teknologi lebih tinggi atau minimal sama dengann negara tetangga. Selain itu, dalam pembelian alutsista ukurannya bukanlah kuantitas, tetapi kualitas.Neta menilai, tidak berguna jika memiliki banyak alutsista, tapi tidak bisa digunakan dan justru menjadi besi tua. "Sebab itu kebijakan Komisi I DPR yang menolak pembelian 100 tank Leopard dari Belanda patut didukung semua pihak," pungkasnya. (Abdul Qodir/Tribunnews.com)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
IPW: KPK belum berani usut dugaan korupsi di TNI dan Polri
JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih belum berani mengusut dugaan korupsi di tubuh TNI dan Polri. Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S. Pane menyebut, hingga kepemimpinan KPK telah berganti tiga kali, masih banyak proyek alat utama sistem persenjataan (alutsista) di TNI dan Polri yang belum juga berani disentuh oleh KPK. Tak heran, IPW yang juga Deklarator Komite Pengawas KPK mendesak agar pimpinan KPK yang baru, Abraham Samad berani mengusut dugaan korupsi di tubuh TNI dan Polri yang selama ini tidak tersentuh.Sekedar catatan, usia kepimpinan Abraham akan genap satu bulan pada Senin (16/1) besok. Namun, belum ada tanda-tanda akan membongkar kasus-kasus korupsi baru, selain melanjutkan kasus lama. Padahal, Abraham berjanji akan mengundurkan diri, jika dalam setahun tidak mampu menuntaskan PR pimpinan KPK Jilid II tersebut.IPW menilai, sebenarnya, banyak proyek di TNI dan Polri yang terindikasi korupsi dan bisa diselidiki Abraham Samad dan anggotanya. Di TNI, KPK bisa mengusut proyek-proyek pengadaan alat utama sistem pertahanan (alutsista) yang mangkrak, seperti 39 unit kapal perang bekas Jerman Timur yang menjadi besi tua, 3 dari 10 pesawat tempur Sukhoi yang tidak bisa terbang, 10 pesawat M17 yg tidak punya GPS, lima pesawat M35 yang tidak punya rudal dan sudah rusak, dan lain-lain.Sementara itu, di institusi Polri, KPK bisa mengusut proyek Pusat Latihan Polri di Cikeas yang kini terlantar, kasus rekening gendut, pengadaan mobil patroli, alat komunikasi dan jaringan komunikasi (alkom-jarkom), proyek-proyek fasilitas di Direktorat Lalulintas, dan aksi tembak syarat Kartu Tanda Penduduk (KTP) dalam perpanjangan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) yang diduga merugikan pemasukan negara ratusan miliar."Sudah saatnya KPK turun tangan mengawasi proyek-proyek alutsista di Polri maupun TNI. Sebab, proyek-proyek ini menghabiskan dana puluhan triliun yang hasilnya terkadang tidak tepat guna dan mubazir," kata Neta, dalam siaran pers yang dirilis Minggu (15/1).Kata Neta, ada kebiasaan buruk di TNI dan Polri, yaitu setiap pembelian alutsista tidak pernah lengkap. Akibatnya, setelah dibeli dan saat dioperasionalkan, alutsista itu tidak bisa digunakan, tidak tepat guna, bahkan tidak berguna sama sekali. Alhasil, alutsista dari uang rakyat itu itu ditelantarkan. Hal itu karena proses pembeliannya diduga sarat Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dan kebanyakan menjadi korban uang untuk komisi atau fee.IPW menyarankan dalam pengadaan alusista, KPK perlu mencermati sejauhmana proyek itu sesuai dengan Rencana Stretegis (Renstra), juga sejauhmana alutsista itu terukur secara teknologi lebih tinggi atau minimal sama dengann negara tetangga. Selain itu, dalam pembelian alutsista ukurannya bukanlah kuantitas, tetapi kualitas.Neta menilai, tidak berguna jika memiliki banyak alutsista, tapi tidak bisa digunakan dan justru menjadi besi tua. "Sebab itu kebijakan Komisi I DPR yang menolak pembelian 100 tank Leopard dari Belanda patut didukung semua pihak," pungkasnya. (Abdul Qodir/Tribunnews.com)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News