KONTAN.CO.ID - TEHERAN. Badan nuklir Iran mengatakan bahwa kebakaran bulan lalu di fasilitas nuklir utama di Natanz disebabkan oleh sabotase.
BBC memberitakan, Organisasi Energi Atom Iran (IAEO) tidak menyebut siapa yang mereka yakini di balik insiden itu. Beberapa pejabat Iran sebelumnya mengatakan, kebakaran itu mungkin akibat sabotase dunia maya.
Itu terjadi setelah sejumlah kebakaran dan ledakan di fasilitas listrik dan situs lain selama beberapa minggu terakhir.
Baca Juga: 13 Dari 15 anggota Dewan Keamanan PBB menentang seruan AS kembalikan sanksi ke Iran Behrouz Kamalvandi, juru bicara IAEO, mengatakan kepada saluran TV pemerintah
al-Alam seperti yang dikutip
BBC pada hari Minggu bahwa "otoritas keamanan akan mengungkapkan pada waktunya alasan di balik ledakan (Natanz)". Api melanda bengkel perakitan centrifuge pusat. Mesin sentrifugal dibutuhkan untuk menghasilkan uranium yang diperkaya, yang dapat digunakan untuk membuat bahan bakar reaktor tetapi juga bahan untuk senjata nuklir. Kamalvandi mengatakan bulan lalu bahwa Iran akan mengganti bangunan yang rusak dengan peralatan yang lebih canggih, tetapi api dapat memperlambat pengembangan dan produksi sentrifugal canggih "dalam jangka menengah."
Baca Juga: Iran pamerkan dua rudal baru yang lebih canggih, ini kemampuannya Sebuah artikel yang dirilis oleh kantor berita negara Iran Irna sebelumnya membahas kemungkinan sabotase oleh musuh seperti Amerika Serikat dan Israel, tetapi tidak menuduh salah satu negara secara langsung.
Natanz, yang terletak sekitar 250 km (150 mil) selatan ibukota Teheran, adalah fasilitas pengayaan uranium terbesar di Iran.
Baca Juga: Desas-desus, ini lima negara yang disebut bakal berdamai dengan Israel Awal bulan ini, Bloomberg menerbitkan rincian laporan Badan Energi Atom Internasional (IAEA), pengawas nuklir PBB, yang menyimpulkan bahwa Iran berusaha untuk meningkatkan pengayaan uranium di pabrik tersebut. Jika benar, langkah itu akan melanggar kesepakatan nuklir 2015 yang ditandatangani Iran dengan beberapa negara kekuatan dunia.
Editor: Barratut Taqiyyah Rafie