Iran tak mau bernegosiasi, kecuali Donald Trump mau menunjukkan rasa hormat



KONTAN.CO.ID - TEHERAN. Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif mengatakan negaranya tidak akan bernegosiasi dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Kecuali AS bisa menunjukkan rasa hormat kepada Iran terkait komitmennya dalam kesepakatan nuklir.

Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan CNN, Zarif memperingatkan AS bahwa negara tersebut sedang memainkan permainan yang sangat berbahaya dengan meningkatkan kehadiran militernya di Timur Tengah.

Zarif mengkritik AS karena mengirim kapal induk USS Abraham Lincoln dan sejumlah armada pembom ke sekitar Iran. "Diperlukan kehati-hatian yang tinggi untuk membawa aset militer ke kawasan ini. Dan Amerika Serikat memainkan permainan yang sangat, sangat berbahaya," kata Zarif.


Dia menuduh Washington menjadi pihak yang pertama keluar dalam Joint Comprehensive Plan of Action, atau JCPOA. Kesepakatan yang dibuat tahun 2015 tersebut dirancang untuk membatasi kemampuan nuklir Iran dengan pencabutan sanksi terhadap negara tersebut sebagai balasannya.

"Kami bertindak dengan itikad baik. Tapi kami tidak mau berbicara dengan orang yang telah melanggar janji mereka," tegasnya.

Awal bulan ini, Trump mengatakan Iran seharusnya meminta untuk bertemu dengan dirinya. Namun belakangan, sikap Trump makin keras.

Pada hari Minggu lalu, ia mencuitkan ancaman terhadap Iran. "Jika Iran ingin bertarung, maka itu akan menjadi akhir bagi Iran. Jangan pernah mengancam Amerika Serikat lagi!" tulis Trump lewat akun twitter-nya.

Namun Zarif menegaskan negaranya tidak akan tunduk pada ancaman tersebut. "Iran tidak pernah bernegosiasi lewat paksaan. Bila ingin bernegosiasi, cara melakukannya adalah melalui penghormatan, bukan melalui ancaman," kata dia.

Zarif bahkan mengatakan akan ada konsekuensi yang menyakitkan jika ada eskalasi di kawasan tersebut. Tetapi ua juga menambahkan bahwa Iran tidak tertarik pada hal tersebut.

Sebagai gantinya, ia menyerukan untuk segera mengakhiri perang ekonomi yang dilakukan AS terhadap Iran. Hal tersebut dikatakannya telah merampas mata pencaharian warga negara Iran.

Editor: Tendi Mahadi