IRESS: Freeport berusaha agar sahamnya tak anjlok



KONTAN.CO.ID - Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara meminta pemerintah tegas terhadap PT Freeport Indonesia (PTFI). Perusahaan asal Amerika Serikat ini dinilai hanya mementingkan kepentingan perusahaan dibandingkan kepentingan Indonesia sebagai pemilik kekayaan alam di Freeport, Papua.

“Freeport harus mengikuti aturan di Indonesia. Peraturan Pemerintah tegas menyatakan bahwa divestasi 51 % merupakan bagian dari syarat perpanjangan kontrak. Pemerintah jangan sampai melanggar aturan yang telah dibuatnya sendiri,” ujar Marwan, Kamis (24/8) lalu.

Sebelumnya, Juru Bicara Freeport Riza Pratama menyatakan bahwa belum tercapai kesepakatan dengan pemerintah Indonesia menyangkut divestasi 51 % saham. Hal ini berseberangan dengan pernyataan dari Menteri ESDM Ignatius Jonan yang menyatakan bahwa Freeport telah bersepakat untuk melepas 51 % sahamnya ke Indonesia.


“Bantahan itu hanya upaya untuk melindungi saham Freeport di bursa New York tidak semakin terpuruk. Bila divestasi batal dan pemerintah Indonesia tidak memperpanjang kontrak kerja yang selesai tahun 2021, saham Freeport juga akan semakin jatuh,” ungkapnya.

Pada 23 Agustus, saham Freeport di NYSE  bergerak di US$ 14,98  per lembar saham. Saham Freeport pernah anjlok ke posisi 14,08 pada 18 Agustus, ketika isu divestasi kembali mengemuka. 

Demi menjaga harga sahamnya tidak jatuh, Freeport bersikukuh untuk menolak divestasi dan memaksakan sejumlah poin dalam perpanjangan kontrak dengan mengacu pada kontrak karya yang berlaku sebelumnya.

"Freeport ini sangat memikirkan pergerakan saham. Jika saham jatuh tentu nilai perusahaan juga akan semakin ambruk," tandasnya.  Saham Freeport sendiri pernah mencapai rekor tertinggi di level  US$62,09 per lembar saham di 16 Mei 2008.

Menurut Marwan, dalam divestasi Freeport, pemerintah harus bisa tegas terutama terkait dengan smelter dan juga kepastian pemasukan dari sektor tambang. Jangan sampai, tarik ulur negosiasi itu menguntungkan Freeport. 

Pemerintah juga diminta untuk tidak gegabah setelah menggenggam 51 % saham Freeport. Termasuk melakukan divestasi lanjutan melalui penjualan saham ke publik dengan skema IPO. Jika hal ini yang ditempuh, Freeport bakal menjadi pengendali perusahaan mengingat mereka masih menguasai 49 % saham.

Dalam banyak kasus, proses divestasi dengan skema IPO justru menjadi jalan bagi pemilik lama untuk menguasai kembali aset-asetnya yang sudah lepas. Ini biasanya dilakukan dengan melibatkan perusahaan-perusahaan terafiliasi untuk masuk dan menguasai saham IPO. "Konyol jika pemerintah kembali melakukan IPO dan pemegang saham kembali dikuasai Freeport," tandasnya.   

Marwan juga mengingatkan agar smelter yang dijanjikan Freeport benar-benar terwujud, sehingga akan mendorong penerimaan negara dari pajak dan juga royalti dari penambangan di tambang Papua tersebut. 

"Seluruh rakyat Indonesia akan mendukung upaya pemerintah untuk menguasai sumber daya alam negeri ini untuk kepentingan seluruh bangsa, bukan untuk mengerek harga saham perusahaan perusahaan asing,” tandasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto