Sebagai penyiar radio, musik telah menjadi bagian keseharian hidup Irwan Jasmoro. Dari sekian banyak musik, Irwan pun jatuh cinta pada musik indie. Puas menjajal kemampuannya sebagai pemusik band indie, ia kemudian mendirikan dapur rekaman sendiri. Ia mempunyai visi yakni, dapat memperkenalkan band-band indie baru di tahun 2012.Masih ingatkah Anda dengan band Pure Saturday? atau Pas Band yang namanya mulai naik daun tahun 1999 lewat jalur indie. Di masa itu, album kedua band tersebut menuai sukses, meski tanpa menggandeng label perusahaan terkenal (major label). Lewat cara indie, mereka menjual album dari panggung ke panggung hingga dari satu komunitas ke komunitas lain. Kedua band yang menjadi ikon musik indie ini pun mampu membawa tren musik, yakni proses perekaman, penjualan dan pendistribusian dilakukan sendiri. Sebagai penyiar radio di saat masa keemasan musik indie, Irwan Jasmoro pun tertarik menjadi bagian dari komunitas indie. "Saya bergaul dengan teman-teman dari komunitas indie. Mereka sering menitipkan lagu mereka untuk demo," terang Irwan.Setelah melihat perkembangan pendengar musik indie yang kian pesat, pria asal Bantul, Yogyakarta ini, lantas tertarik untuk mendirikan perusahaan rekaman atau recording label sendiri. Bermodal Rp 24 juta, hasil patungan dengan komunitas indie di Yogyakarta, yakni Common People, Irwan mendirikan studio rekaman pada tahun 2002. "Karakter musik indie adalah kebebasan berekspresi. Kami tak peduli, musik kami laku atau tidak di pasaran. Tujuan kami adalah menyalurkan kreativitas," papar Irwan.Menurutnya, semangat indie yakni kebebasan berekspresi yang tidak bisa dibatasi dengan uang. Irwan pun punya mimpi lain. "Bukan soal penjualan album, visi kami selalu menemukan band indie baru untuk diperkenalkan pada komunitas baru atau lama. Intinya, kami ingin mendapat jaringan band indie baru dari luar negeri," jelasnya. Dalam perjalanan sembilan tahun menjadi pengelola indie label, Irwan menaungi 12 band indie. Kini, delapan band indie-nya pun dikenal baik dalam komunitas indie maupun industri musik Tanah Air. Mereka adalah Bangku Taman dan Strawberry’s Pop. Sebagai recording label, Irwan bertanggung jawab mulai dari proses produksi yakni rekaman. Lalu pencetakan menjadi keping compact disk (CD) hingga penggandaan dan pendistribusian. "Proses paling lama adalah rekaman. Butuh waktu sebulan, sisanya pencetakan dan pendistribusian selama dua bulan," terang Irwan. Untuk satu album baru, biasanya Irwan mencetak 200 keping CD yang dijual seharga Rp 35.000. Biasanya, band indie meluncurkan satu album baru per tahun. "Saya mendistribusikan album mereka lewat tiga cara, saat mereka manggung, lewat internet dan lewat gerai atau satu komunitas," terang Irwan. Cara ini terbilang ampuh, karena karena penggemar band indie selalu punya penggemar yang setia alias fanatik.Meski industri musik Tanah Air tengah bersinar, Irwan tak gentar akan eksistensi musik indie. Ia bahkan tak tergoda untuk berpindah jalur atau mencoba mencicipi untung dari manisnya industri musik. "Kami tak pernah bicara kuantitas tentang album yang laku," tegas Irwan. Saat ini, Irwan tengah gencar menjalin hubungan komunikasi dengan para pemain band indie dari luar negeri. Ia sendiri menjalin hubungan dengan komunitas indie di beberapa negara seperti, Amerika Serikat, Swedia, Inggris dan Jepang. Dengan jejaring ini, Irwan tak hanya ingin meningkatkan kualitas bermusik, ia ingin mempertajam karakteristik musik indie dalam negeri. "Mereka sangat merespon keberadaan band indie tanah air. Meskipun segmen musik indie dalam negeri masih terbilang kecil," papar Irwan. Dalam waktu dekat, Blossom Record akan mengeluarkan album kompilasi indie dari band di bawah naungannya dengan berkolaborasi band indie baru.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Irwan Jasmoro ingin perkenalkan band indie baru
Sebagai penyiar radio, musik telah menjadi bagian keseharian hidup Irwan Jasmoro. Dari sekian banyak musik, Irwan pun jatuh cinta pada musik indie. Puas menjajal kemampuannya sebagai pemusik band indie, ia kemudian mendirikan dapur rekaman sendiri. Ia mempunyai visi yakni, dapat memperkenalkan band-band indie baru di tahun 2012.Masih ingatkah Anda dengan band Pure Saturday? atau Pas Band yang namanya mulai naik daun tahun 1999 lewat jalur indie. Di masa itu, album kedua band tersebut menuai sukses, meski tanpa menggandeng label perusahaan terkenal (major label). Lewat cara indie, mereka menjual album dari panggung ke panggung hingga dari satu komunitas ke komunitas lain. Kedua band yang menjadi ikon musik indie ini pun mampu membawa tren musik, yakni proses perekaman, penjualan dan pendistribusian dilakukan sendiri. Sebagai penyiar radio di saat masa keemasan musik indie, Irwan Jasmoro pun tertarik menjadi bagian dari komunitas indie. "Saya bergaul dengan teman-teman dari komunitas indie. Mereka sering menitipkan lagu mereka untuk demo," terang Irwan.Setelah melihat perkembangan pendengar musik indie yang kian pesat, pria asal Bantul, Yogyakarta ini, lantas tertarik untuk mendirikan perusahaan rekaman atau recording label sendiri. Bermodal Rp 24 juta, hasil patungan dengan komunitas indie di Yogyakarta, yakni Common People, Irwan mendirikan studio rekaman pada tahun 2002. "Karakter musik indie adalah kebebasan berekspresi. Kami tak peduli, musik kami laku atau tidak di pasaran. Tujuan kami adalah menyalurkan kreativitas," papar Irwan.Menurutnya, semangat indie yakni kebebasan berekspresi yang tidak bisa dibatasi dengan uang. Irwan pun punya mimpi lain. "Bukan soal penjualan album, visi kami selalu menemukan band indie baru untuk diperkenalkan pada komunitas baru atau lama. Intinya, kami ingin mendapat jaringan band indie baru dari luar negeri," jelasnya. Dalam perjalanan sembilan tahun menjadi pengelola indie label, Irwan menaungi 12 band indie. Kini, delapan band indie-nya pun dikenal baik dalam komunitas indie maupun industri musik Tanah Air. Mereka adalah Bangku Taman dan Strawberry’s Pop. Sebagai recording label, Irwan bertanggung jawab mulai dari proses produksi yakni rekaman. Lalu pencetakan menjadi keping compact disk (CD) hingga penggandaan dan pendistribusian. "Proses paling lama adalah rekaman. Butuh waktu sebulan, sisanya pencetakan dan pendistribusian selama dua bulan," terang Irwan. Untuk satu album baru, biasanya Irwan mencetak 200 keping CD yang dijual seharga Rp 35.000. Biasanya, band indie meluncurkan satu album baru per tahun. "Saya mendistribusikan album mereka lewat tiga cara, saat mereka manggung, lewat internet dan lewat gerai atau satu komunitas," terang Irwan. Cara ini terbilang ampuh, karena karena penggemar band indie selalu punya penggemar yang setia alias fanatik.Meski industri musik Tanah Air tengah bersinar, Irwan tak gentar akan eksistensi musik indie. Ia bahkan tak tergoda untuk berpindah jalur atau mencoba mencicipi untung dari manisnya industri musik. "Kami tak pernah bicara kuantitas tentang album yang laku," tegas Irwan. Saat ini, Irwan tengah gencar menjalin hubungan komunikasi dengan para pemain band indie dari luar negeri. Ia sendiri menjalin hubungan dengan komunitas indie di beberapa negara seperti, Amerika Serikat, Swedia, Inggris dan Jepang. Dengan jejaring ini, Irwan tak hanya ingin meningkatkan kualitas bermusik, ia ingin mempertajam karakteristik musik indie dalam negeri. "Mereka sangat merespon keberadaan band indie tanah air. Meskipun segmen musik indie dalam negeri masih terbilang kecil," papar Irwan. Dalam waktu dekat, Blossom Record akan mengeluarkan album kompilasi indie dari band di bawah naungannya dengan berkolaborasi band indie baru.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News