ISAT dan CPIN akan refinancing utang



JAKARTA. Beberapa emiten mulai menyiapkan diri untuk mendanai utang jatuh tempo dalam waktu dekat. Pendanaan untuk utang jatuh tempo itu berasal dari pinjaman perbankan ataupun penerbitan surat utang.

PT Indosat Tbk (ISAT), semisal, pada tahun ini mempunyai utang jatuh tempo senilai Rp 4 triliun. ISAT sudah membayar utang jatuh tempo pada 9 April 2013 lalu senilai Rp 1,33 triliun. Utang tersebut berasal dari obligasi VI seri A tahun 2008 dan sukuk ijarah Indosat III tahun 2008. Khusus sukuk ijarah Indosat III/2008, ISAT telah membayar senilai Rp 570 miliar.

Dus, utang ISAT yang jatuh tempo tahun ini tersisa Rp 2,17 triliun. Nah, ISAT sudah menyiapkan sejumlah opsi untuk melunasi utang itu. Yakni, utang bank dan penerbitan medium term notes (MTN)


Untuk pinjaman bank, pada 15 Juli 2013, perseroan ini mendapat utang dari BCA senilai Rp 1 triliun. Bunga pinjaman ini sebesar 8,7% per tahun dengan jangka waktu 5 tahun.

Sedangkan, soal rencana penerbitan MTN, Direktur Utama Indosat, Alexander Rusli menyatakan sudah ada beberapa calon pembeli MTN tersebut. Namun dia merahasiakan detail rencana penerbitan MTN tersebut. "Kami masih dalam proses penunjukan arranger," tutur dia, tanpa bersedia menyebutkan si calon arranger MTN ISAT.

Selain ISAT, PT Charoen Phokpand Indonesia Tbk (CPIN) juga memiliki utang jatuh tempo pada tahun depan senilai Rp 1,5 triliun. Utang itu adalah fasilitas pinjaman sindikasi dari beberapa bank seperti Citigroup Global Markets Singapore Pte Ltd, Citibank, BCA, DBS Indonesia dan Bank Mandiri.

Rinciannya, utang sindikasi fasilitas B1, yakni fasilitas pinjaman revolving dengan mata uang dollar AS senilai US$ 90 juta, serta fasilitas B2 dengan pinjaman revolving sebesar Rp 540 miliar. Anton Linderum, Head of Investor Relation CPIN mengatakan, pihaknya akan membiayai kembali (refinancing) pinjaman jatuh tempo tersebut dengan utang bank baru.

Anton mengatakan, utang dalam dollar AS itu memiliki bunga LIBOR+2,75%. CPIN akan refinancing utang ini dengan bunga yang lebih murah, yakni LIBOR plus kurang dari 2%.

Analis BNI Securities, Thendra Chrisnanda mengatakan, pendanaan dari surat utang seperti obligasi atau MTN menjadi pilihan yang cukup baik di tengah kondisi pasar saat ini. Yield surat utang dinilai masih cukup murah. "Tekanan dari surat utang sudah berkurang jadi yield akan lebih stabil," jelas dia.

Di sisi lain, pendanaan dari perbankan dianggap lebih berisiko. Soalnya, tren kenaikan suku bunga masih akan terjadi dalam satu-dua tahun mendatang, sehingga emiten akan sulit mendapat bunga kredit lebih murah. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Avanty Nurdiana