Seperti pengusaha lainnya, Ishak Sulaiman pun menemui banyak rintangan dalam meraih impiannya. Ia yang merintis usaha dari nol harus bekerja ekstrakeras untuk meraih kesuksesan. Dengan sabar, Ishak membesarkan usahanya. Ia pun harus pergi ke pasar di saat semua orang masih terlelap, demi pakan ikan murah.Merintis usaha dari nol memang bukan hal gampang. Pengusaha harus siap menghadapi banyak rintangan, baik yang bersifat fisik maupun psikologis. Ishak Sulaiman merasakan benar berbagai rintangan selama 20 tahun menggeluti usaha budidaya ikan air tawar. Bapak empat anak ini bercerita, saat awal memulai usahanya, ia harus bangun setiap pukul 03.00 untuk pergi ke pasar induk Jaka Baring, Palembang. Di sana, ia harus mengumpulkan sisa-sisa kulit ikan untuk dimanfaatkan menjadi pakan. Ia pun rela membantu para pedagang ikan di pasar itu, demi mendapatkan sisa kulit ikan secara cuma-cuma. "Saya harus mau disuruh-suruh orang yang lebih muda, karena saya memang membutuhkan kulit ikan itu," kenangnya.Ishak harus memilih pakan berupa kulit ikan demi memangkas biaya operasional usahanya yang masih berumur jagung. Dengan harga pakan pelet yang lumayan tinggi, mau tak mau, ia harus bisa menekan biaya agar bisa mendapatkan keuntungan. Setelah berhasil merayu sekitar sepuluh pedagang ikan agar bisa mengambil kulit ikan secara gratis, ia menghadapi persoalan baru yakni membawa kulit-kulit ikan itu ke rumahnya. Maklum, saban hari, ia harus membawa limbah ikan ini seberat 50 kg. Pertama-tama dia membawanya dengan menumpang angkot. Bau yang menyengat jelas mengganggu penumpang lain. Lantas, ia pun mencoba duduk di depan, yakni di sebelah sopir. Namun, lagi-lagi, bau menyengat tetap mengganggu dan mengudang protes oleh penumpang lain. "Mau tak mau, saya harus tahan diri dengan tak mendengar omongan mereka," katanya. Akhirnya, Ishak pun mengunakan sepeda untuk membawa pakan ikan itu. Tiap hari, ia menempuh jarak hampir 20 km dengan sepeda pinjaman dari tetangga. Setelah tiga bulan berlalu, Ishak pun bisa membeli sepeda motor sebagai alat transportasi harian. Pelan-pelan, usahanya berkembang. Permintaan pun makin banyak. Ishak pun harus bekerja hingga pukul 23.00. "Saya hanya mengandalkan anak sulung saya untuk membantu," katanya. Namun, Ishak sama sekali tak mengeluh karena keinginan kuatnya untuk bisa meraih sukses dan bisa menyekolahkan anak-anaknya hingga ke perguruan tinggi.Secara teknis, ia bercerita, ia mengalami kesulitan dalam membudidayakan ikan air tawar, khususnya ikan baung. Jika ikan bawal hanya membutuhkan waktu empat hingga lima bulan agar siap jual dan ikan patin butuh tujuh bulan untuk dijual, maka ikan baung membutuhkan waktu hingga sembilan bulan pemeliharaan sebelum dijual. Selain waktu yang lebih lama, sifat kanibal juga mempersulit pembudidayaan baung. Kendala lain adalah menyiapkan keramba atau kolam yang terkadang tak sesuai dengan kondisi riil di sungai Musi. Kini, Ishak mulai menikmati buah dari hasil kerja kerasnya. Seluruh anaknya mengenyam bangku kuliah. Ia juga sudah memiliki dua rumah yang lumayan besar. Meski sudah sukses, Ishak tetap pada komitmennya ikut memajukan masyarakat sekitar dan memperluas usahanya. Ia ingin mencari lokasi baru untuk budidaya kerambanya. Tapi, sebelum itu, ia ingin memperbaiki sistem manajemen usahanya. "Selama ini saya hanya menghitung kasar saja pemasukan, padahal memang dibutuhkan pembukuan yang terperinci," ujarnya. Manajemen yang baik akan mendukung usahanya dengan menambah lokasi baru. Bertambahnya keramba miliknya akan membuka lapangan kerja bagi masyarakat di sekitar Sungai Musi.Ishak mengaku prihatin terhadap kondisi lahan seluas 3 juta hektare di daerah aliran sungai (DAS) Musi yang dianggap kritis akibat maraknya penebangan liar. Kondisi ini dapat memicu banjir bandang dan tanah longsor. Ini bisa menghambat keinginan para calon pembudidaya untuk ikut terjun dalam bisnis budidaya ikan air tawar di sekitar sungai Musi. "Masyarakat sekitar siap bekerja sama dengan pemerintah daerah agar masalah ini bisa segera terselesaikan," ujarnya.(Selesai)
Ishak pantang menyerah untuk meraih sukses (2)
Seperti pengusaha lainnya, Ishak Sulaiman pun menemui banyak rintangan dalam meraih impiannya. Ia yang merintis usaha dari nol harus bekerja ekstrakeras untuk meraih kesuksesan. Dengan sabar, Ishak membesarkan usahanya. Ia pun harus pergi ke pasar di saat semua orang masih terlelap, demi pakan ikan murah.Merintis usaha dari nol memang bukan hal gampang. Pengusaha harus siap menghadapi banyak rintangan, baik yang bersifat fisik maupun psikologis. Ishak Sulaiman merasakan benar berbagai rintangan selama 20 tahun menggeluti usaha budidaya ikan air tawar. Bapak empat anak ini bercerita, saat awal memulai usahanya, ia harus bangun setiap pukul 03.00 untuk pergi ke pasar induk Jaka Baring, Palembang. Di sana, ia harus mengumpulkan sisa-sisa kulit ikan untuk dimanfaatkan menjadi pakan. Ia pun rela membantu para pedagang ikan di pasar itu, demi mendapatkan sisa kulit ikan secara cuma-cuma. "Saya harus mau disuruh-suruh orang yang lebih muda, karena saya memang membutuhkan kulit ikan itu," kenangnya.Ishak harus memilih pakan berupa kulit ikan demi memangkas biaya operasional usahanya yang masih berumur jagung. Dengan harga pakan pelet yang lumayan tinggi, mau tak mau, ia harus bisa menekan biaya agar bisa mendapatkan keuntungan. Setelah berhasil merayu sekitar sepuluh pedagang ikan agar bisa mengambil kulit ikan secara gratis, ia menghadapi persoalan baru yakni membawa kulit-kulit ikan itu ke rumahnya. Maklum, saban hari, ia harus membawa limbah ikan ini seberat 50 kg. Pertama-tama dia membawanya dengan menumpang angkot. Bau yang menyengat jelas mengganggu penumpang lain. Lantas, ia pun mencoba duduk di depan, yakni di sebelah sopir. Namun, lagi-lagi, bau menyengat tetap mengganggu dan mengudang protes oleh penumpang lain. "Mau tak mau, saya harus tahan diri dengan tak mendengar omongan mereka," katanya. Akhirnya, Ishak pun mengunakan sepeda untuk membawa pakan ikan itu. Tiap hari, ia menempuh jarak hampir 20 km dengan sepeda pinjaman dari tetangga. Setelah tiga bulan berlalu, Ishak pun bisa membeli sepeda motor sebagai alat transportasi harian. Pelan-pelan, usahanya berkembang. Permintaan pun makin banyak. Ishak pun harus bekerja hingga pukul 23.00. "Saya hanya mengandalkan anak sulung saya untuk membantu," katanya. Namun, Ishak sama sekali tak mengeluh karena keinginan kuatnya untuk bisa meraih sukses dan bisa menyekolahkan anak-anaknya hingga ke perguruan tinggi.Secara teknis, ia bercerita, ia mengalami kesulitan dalam membudidayakan ikan air tawar, khususnya ikan baung. Jika ikan bawal hanya membutuhkan waktu empat hingga lima bulan agar siap jual dan ikan patin butuh tujuh bulan untuk dijual, maka ikan baung membutuhkan waktu hingga sembilan bulan pemeliharaan sebelum dijual. Selain waktu yang lebih lama, sifat kanibal juga mempersulit pembudidayaan baung. Kendala lain adalah menyiapkan keramba atau kolam yang terkadang tak sesuai dengan kondisi riil di sungai Musi. Kini, Ishak mulai menikmati buah dari hasil kerja kerasnya. Seluruh anaknya mengenyam bangku kuliah. Ia juga sudah memiliki dua rumah yang lumayan besar. Meski sudah sukses, Ishak tetap pada komitmennya ikut memajukan masyarakat sekitar dan memperluas usahanya. Ia ingin mencari lokasi baru untuk budidaya kerambanya. Tapi, sebelum itu, ia ingin memperbaiki sistem manajemen usahanya. "Selama ini saya hanya menghitung kasar saja pemasukan, padahal memang dibutuhkan pembukuan yang terperinci," ujarnya. Manajemen yang baik akan mendukung usahanya dengan menambah lokasi baru. Bertambahnya keramba miliknya akan membuka lapangan kerja bagi masyarakat di sekitar Sungai Musi.Ishak mengaku prihatin terhadap kondisi lahan seluas 3 juta hektare di daerah aliran sungai (DAS) Musi yang dianggap kritis akibat maraknya penebangan liar. Kondisi ini dapat memicu banjir bandang dan tanah longsor. Ini bisa menghambat keinginan para calon pembudidaya untuk ikut terjun dalam bisnis budidaya ikan air tawar di sekitar sungai Musi. "Masyarakat sekitar siap bekerja sama dengan pemerintah daerah agar masalah ini bisa segera terselesaikan," ujarnya.(Selesai)