Islah Golkar terganjal terganjal jabatan ketum



JAKARTA. Islah kedua kubu di Partai Golongan Karya (Golkar) sepertinya belum akan terwujud dalam waktu dekat. Soalnya, kedua kubu yaitu kubu Aburizal Bakrie dan Agung Laksono sama-sama ingin mendapatkan jabatan ketua umum jika islah dilakukan.

Wacana islah ini dijajaki Aburizal dengan bantuan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Sebagai senior Golkar yang saat ini memegang jabatan penting di pemerintahan, Kalla diyakini mampu mempersatukan Golkar. Aburizal pun menyatakan siap mengalah demi partai berlambang pohon beringin itu agar dapat mengikuti pemilihan kepala daerah serentak yang tak lama lagi akan dimulai.

Namun dia tidak mau melepas jabatan ketua umum. Kubu Aburizal beralasan, surat keputusan Menteri Hukum dan HAM yang mengesahkan kubu Agung sudah dibatalkan Pengadilan Tata Usaha Negara. Oleh karena itu, islah harus menggunakan Munas Riau 2009 atau Munas Bali dengan Ketua Umum Aburizal Bakrie dan Sekjen Idrus Marham.


"Acuannya adalah Munas Riau atau Munas Bali. Munas Ancol tidak mungkin karena sudah dibatalkan (oleh pegadilan)," kata Idrus di kantor KPU, Jumat (22/5).

Kubu Agung Laksono sebenarnya menyambut baik usulan islah yang ditawarkan Aburizal. Namun mereka juga tetap ingin Agung yang menjabat sebagai ketua umum. Kubu Agung berpendapat, SK Menkumham yang mengesahkan kubunya, hingga saat ini masih berlaku. Sebab, Agung dan Menkumham sudah mengajukan banding atas putusan pengadilan yang membatalkan SK itu.

"Kami sangat menyambut islah dengan catatan bahwa acuannya SK Kemenkumham, sebagaimana merujuk pada UU Partai Politik dimana saat ini Ketua Umumnya adalah Agung Laksono dan Zainudin Amali sebagai Sekjen," kata Ketua DPP Golkar kubu Agung, Ace Hasan Syadzily, Sabtu (23/5).

Setengah Hati

Pengamat Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro berpendapat, islah yang diinginkan kedua kubu masih setengah hati. Di satu sisi, kedua kubu ingin islah untuk dapat mengikuti pilkada serentak. Namun di sisi lain, kedua kubu tidak ada yang mengalah dan masih mementingkan jabatan.

“Jangan sampai islah itu hanya setengah hati. Apalagi hanya untuk kepentingan pilkada," kata Siti.

Menurut Siti, islah harus lebih didasari oleh kesamaan pandangan ideologi dalam membangun partai politik yang kuat dan sehat. Jika hanya didasari oleh kepentingan politik, dia meyakini Golkar akan mudah tercerai-berai kembali. "Kalau cuma agar bisa ikut pilkada, islah ini sangat transaksional,” ujar Siti.  (Ihsanuddin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie