KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memperingatkan warga Israel untuk bersiap-siap menghadapi perang yang panjang dan sulit pada hari Minggu, sehari setelah kelompok pejuang kemerdekaan Palestina Hamas, menyerang dan menguasai Jalur Gaza. Hamas melancarkan serangan terbesarnya ke Israel dalam beberapa dekade terakhir. Israel membalas serangan Hamas dengan serangan besar-besaran ke kota-kota di Jalur Gaza yang terkepung, menghancurkan puluhan bangunan melalui serangan udara massif. Sementara pejuang Hamas terus menghujani kota-kota di Israel dengan roket. Hingga Senin pihak berwenang melaporkan lebih dari 1.100 orang tewas di Israel dan Gaza, dengan diperkirakan jumlah korban tewas akan terus bertambah.
Warga Israel bertanya-tanya bagaimana pemerintahan mereka, militer, dan agen intelijen yang tampak terkejut oleh serangan mendadak pejuang Hamas ini? Mengutip
New York Times, berikut ini rentetan serangan pejuang Hamas dan respons dari Israel.
Baca Juga: Kementerian Luar Negeri Imbau WNI Menunda Perjalanan ke Israel dan Wilayah Palestina Bagaimana Hamas melancarkan serangan?
Pejuang kemerdekaan Palestina, Hamas, mulai menembakkan ribuan roket pada Sabtu (7/10) pagi, menghantam target sejauh Tel Aviv dan pinggiran Yerusalem. Israel selama ini jarang mengalami serangan langsung karena mengklaim telah memiliki sistem pertahanan rudal yang di bangga-banggakan yakni Iron Dome Israel yang super canggih. Sekitar satu jam setelah serangan roket pertama, pejuang Hamas menyeberang ke Israel melalui darat, laut, dan udara ke wilayah Israel. Menurut militer Israel, serangan itu yang mengarah ke beberapa pertempuran sengit pertama antara pasukan Israel dan Arab di tanah Israel dalam beberapa dekade. Pejuang Hamas secara massif menginfiltrasi 22 kota Israel dan pangkalan militer serta menculik tentara dan beberapa warga, banyak di antaranya mereka bawa kembali ke Gaza. Setidaknya 700 warga Israel telah dilaporkan tewas oleh pejabat pada hari Minggu.
Baca Juga: Menakar Dampak Memanasnya Timur Tengah Terhadap Harga Komoditas Apa alasan yang diberikan oleh Hamas?
Muhammad Deif, pemimpin sayap militer pejuang Hamas mengatakan dalam pesan rekaman bahwa mereka telah melancarkan "operasi" agar "musuh memahami bahwa waktu mereka melanjutkan tanpa pertanggungjawaban telah berakhir." Dia mengutip beberapa aksi Israel seperti pendudukan Israel di Tepi Barat, yang ditaklukkan selama perang Arab-Israel pada tahun 1967, lalu serbuan polisi Israel ke Masjid Aqsa di Yerusalem, serta penahanan ribuan warga Palestina di penjara-penjara Israel. Kompleks Masjid Aqsa, yang dihormati oleh umat Islam sebagai Noble Sanctuary dan oleh orang Yahudi sebagai Temple Mount, merupakan salah satu situs yang paling diperebutkan di tanah suci.
Baca Juga: Iran's UN Mission Says Tehran Not Involved in Hamas Attacks Bagaimana Israel merespons selama ini?
"Kami berada dalam perang dan kami akan memenangkannya," kata Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam pernyataan televisi pada hari Sabtu. Ia mengumumkan pemanggilan militer Israel dan memerintahkan unit tank telah dikirim ke selatan, sehingga memunculkan spekulasi bahwa Israel akan mengirim pasukan darat ke wilayah Gaza. Perbatasan di utara telah diperkuat, dan tentara masih berjuang pada hari Minggu untuk mengusir pejuang Hamas yang telah menguasai wilayah di selatan. Pesawat tempur Israel meluncurkan serangan udara ke Gaza, yang menurut militer Israel telah menghancurkan pusat-pusat yang mereka sebut dihuni oleh pejuang Hamas. Namun, Pejabat Palestina mengatakan bahwa sebuah rumah sakit telah terkena serangan Israel, bersama dengan gedung-gedung bertingkat, rumah-rumah warga, dan sebuah masjid.
Baca Juga: Rapat Dewan Keamanan PBB Soal Konflik Gaza Berakhir Tanpa Pernyataan Bersama Pada hari Minggu, Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan bahwa setidaknya 413 warga Palestina telah tewas, sebagian besar di dalam Israel dan sisanya di wilayah Gaza. Tidak hanya itu, Blokade dan serangan Israel yang berulang telah berkontribusi pada infrastruktur yang buruk dan kondisi hidup di Gaza. Setelah keteteran menghadapi serangan Hamas, Israel menyatakan pengepungan penuh terhadap enklave tersebut pada hari Senin, dengan Menteri Pertahanan Yoav Gallant berjanji "tidak ada listrik, tidak ada makanan, tidak ada bahan bakar" dan menyebut pejuang Hamas sebagai "liar." Wilayah Gaza telah berada di bawah blokade Israel yang menghimpit, dan didukung oleh Mesir. Sejak pejuang Hamas mengambil alih penguasaan teritori pesisir itu pada tahun 2007. Blokade Israel ini membatasi impor barang, termasuk peralatan elektronik dan komputer yang disebut oleh Israel bisa digunakan untuk membuat senjata, dan mencegah sebagian besar orang meninggalkan wilayah tersebut.
Baca Juga: AS Berencana Kirim Kapal Induk & Jet Tempur untuk Mendukung Israel Apa yang berbeda dari serangan ini?
Konflik yang mematikan dan tak henti-hentinya antara Israel dan Palestina telah melintasi dua abad. Pertempuran, termasuk pada Mei 2021, ketika polisi Israel menyerbu Masjid Al-Aqsa di Yerusalem, yang sebagian membantu memicu perang 11 hari antara Israel dan pejuang Hamas, telah menyebabkan ribuan kematian. Seringkali pertumpahan darah itu dipicu oleh Israel menargetkan pemimpin dan pejuang Palestina atau merespons warga yang protes. Namun ada juga kekerasan dipicu oleh serangan dari Pejuang Hamas atau militan lainnya. Dalam kasus ini, tidak ada titik awal yang jelas, dan komunitas intelijen dan pemerintahan Israel tampaknya terkejut. Waktu serangan itu mencolok, mengenai Israel pada salah satu saat paling sulit dalam sejarahnya. Ini terjadi setelah bulan-bulan kecemasan mendalam tentang koherensi masyarakat Israel dan kesiapan militernya, krisis yang dipicu oleh upaya pemerintahan sayap kanan untuk mengurangi kekuatan yudikatif. Serangan ini juga terjadi pada hari raya Simchat Torah, dan hampir 50 tahun sejak otoritas Israel terkejut ketika pasukan invasi dari Mesir dan Suriah memulai perang Yom Kippur.
Baca Juga: Perang Hamas-Israel Menambah Risiko Ekonomi Global Apa yang akan terjadi selanjutnya?
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan pada awal Minggu bahwa "fase pertama" respons Israel telah berakhir, mengklaim bahwa pasukan Israel telah mengalahkan sebagian besar pejuang Hamas di wilayahnya. Di tengah spekulasi bahwa Israel sedang mempersiapkan invasi darat yang substansial ke Gaza, ia berjanji untuk melanjutkan serangan "tanpa batasan dan tanpa henti." Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan pemimpin dunia lainnya yang pro Barat terang-terangan mengutuk serangan yang dilakukan pejuang Hamas ke wilayah pendudukan Israel. Amerika Serikat mengkategorikan pejuang kemerdekaan Hamas sebagai organisasi teroris sejak 1997 silam. Joe Biden mengatakan bahwa mereka mendukung Israel dan haknya untuk membela diri. Negara-negara Arab, termasuk Arab Saudi, telah memanggil agar terjadi de-eskalasi, tetapi menghindari menyalahkan pejuang Hamas. Konflik ini juga mengancam upaya selama berbulan-bulan yang dilakukan oleh Joe Biden dan koalisinya untuk mendorong Arab Saudi untuk memperbaiki hubungan diplomatik dengan Israel, musuh bebuyutan dalam historisnya.
Baca Juga: Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan: Solusi Perdamaian Timur Tengah Palestina Merdeka Arab Saudi belum pernah mengakui negara Yahudi itu sebagai solidaritas dengan dukungan kemerdekaan Palestina. Tetapi akhir-akhir ini Arab Saudi tampaknya siap mengubah kebijakannya menyangkut hubungan dengan Israel.
Pertempuran ini juga mengancam menjadi konflik regional yang lebih luas dengan Hezbollah, organisasi militer Syiah Lebanon yang pernah berperang dengan Israel pada tahun 2006. Menanggapi seruan dari pejuang Hamas, kelompok bersenjata yang mengendalikan Gaza, kepada kelompok bersenjata di Lebanon untuk bergabung dalam serangannya terhadap Israel. Hezbollah mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka "sedang mengikuti perkembangan penting dalam situasi Palestina dengan sangat antusias." Pada hari Minggu, pasukan perdamaian PBB di selatan Lebanon mengatakan bahwa situasi di perbatasan Lebanon-Israel "memanas, tetapi stabil," setelah pertukaran tembakan artileri dan roket oleh Hezbollah dan Israel pada pagi hari.
Editor: Syamsul Azhar