JAKARTA. Sejumlah pandangan muncul dari Istana Kepresidenan terkait penyelesaian pencalonan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kepala Polri sepanjang Selasa (3/2). Sementara itu, Presiden Joko Widodo kembali bertemu dengan sejumlah tokoh, termasuk Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri. Kemarin sekitar pukul 18.00, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan, pemerintah akan taat pada asas hukum dalam menyikapi situasi politik yang berkembang menyusul penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka kasus korupsi oleh KPK. "Artinya, pemerintah akan tetap menunggu hasil praperadilan yang kini berlangsung. Melantik salah, tidak melantik salah juga. Akhirnya kita putuskan saja taat pada asas hukum," ujar Kalla kepada Kompas.
Menurut Kalla, pemerintah tidak mau salah langkah dalam kasus ini. "Langkah terbaik, kembali ke asas hukum saja," ujarnya. Sementara itu, kemarin siang, Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan, posisi Presiden tidak mudah dalam kasus Budi. Presiden menghadapi realitas politik bahwa Budi lolos uji kelayakan dan kepatutan di DPR. Namun, realitas lain, yang bersangkutan berstatus tersangka. "Dua dilema ini tidak mudah diselesaikan, karena itu memang harus dicarikan solusinya," kata Pratikno. "Tentu saja sangat indah jika Pak BG (Budi Gunawan) mundur. Itu (mundurnya Budi) bisa menyelesaikan persoalan. Namun, jika tidak mundur, berarti dilema antara persoalan politik dan hukum masih perlu waktu penyelesaian," ujar Pratikno. Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Din Syamsuddin menyatakan, MUI mendukung penuh Presiden untuk mengambil langkah segera terkait pencalonan Budi sebagai Kepala Polri serta ketegangan yang sedang terjadi antara KPK dan Polri. Dengan demikian, masalah itu tidak berkembang menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. "Tadi kami sangat gembira mendengar isyarat bahwa Presiden akan mengambil langkah- langkah yang tepat dan cepat," ujar Din, didampingi sejumlah pengurus MUI, seusai bertemu Presiden, di Istana Merdeka, Jakarta. MUI mengimbau masyarakat luas menahan diri dalam menyikapi persoalan ini agar tidak terjebak dalam perpecahan yang hanya akan merugikan bangsa Indonesia. Dia berharap semua pihak memiliki komitmen yang sama, mendorong penegakan hukum dan mendorong pemberantasan korupsi. Menerima tokoh Sebelum menerima Din Syamsuddin dan pengurus MUI, kemarin Presiden menerima mantan Kepala Badan Intelijen Negara AM Hendropriyono. Sekitar pukul 10.30, Hendropriyono tiba di Istana seorang diri dan langsung masuk ke area dalam Istana. Menurut Hendropriyono, dirinya ke Istana atas panggilan Presiden. Sesaat setelah Hendropriyono datang, sejumlah unsur pimpinan TNI yang dipimpin Panglima TNI Jenderal Moeldoko juga hadir di Istana. Senada dengan Hendropriyono, semua unsur pimpinan TNI mengatakan, kedatangan mereka ke Istana untuk memenuhi panggilan Presiden. Setelah pimpinan TNI masuk, Hendropriyono meninggalkan Istana tanpa memberikan pernyataan kepada wartawan. Tidak lama setelah pimpinan TNI meninggalkan Istana, giliran Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno yang tiba di Istana. "Saya antar tamu dulu. Nanti terlambat," katanya kepada wartawan. Presiden dan Wapres kemarin petang juga menerima pimpinan partai politik anggota Koalisi Indonesia Hebat (KIH) di Istana Merdeka. Selain Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, turut hadir dalam pertemuan itu Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Patrice Rio Capella, Ketua Umum Partai Hanura Wiranto, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia Sutiyoso, serta Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan hasil Muktamar Surabaya M Romahurmuziy. Informasi yang diterima Kompas, para petinggi parpol, yang di pemilu presiden lalu merupakan pengusung dan pendukung Presiden Joko Widodo dan Wapres Kalla, datang ke Istana mengenakan batik, kecuali Megawati yang mengenakan baju hitam. Pimpinan parpol anggota KIH ini tiba di Istana Merdeka sekitar pukul 16.30 dan meninggalkan Istana lewat pintu di Wisma Negara pukul 17.45. Kalla membenarkan adanya pertemuan itu. "Itu pertemuan rutin KIH tiap bulan," ujarnya. Kemarin sebagian anggota Tim Konsultatif Independen atau Tim 9 mendatangi KPK. Mereka adalah Jimly Asshiddiqie, Hikmahanto Juwana, Imam Prasodjo, Bambang Widodo Umar, Erry Riyana Hardjapamekas, dan Tumpak Hatorangan Panggabean. Kedatangan sebagian anggota Tim 9 ini, menurut Jimly, untuk menghimpun keterangan terkait kisruh antara KPK dan Polri setelah penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka. "Kami datang ke sini untuk tukar pikiran sekaligus menghimpun fakta dan keterangan terkait kisruh KPK dengan Polri. Antara pribadi polisi yang diproses hukum KPK maupun pribadi pimpinan KPK yang diproses hukum Polri," ujar Jimly. Jimly mengatakan, sebelum bertemu dengan KPK, pihaknya sudah bertemu dengan Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti. Setelah bertemu dengan pimpinan Polri dan KPK, Tim 9 akan mendiskusikan masukan yang akan disampaikan kepada Presiden. Masukan itu, menurut Jimly, akan disampaikan Tim 9 sebelum Presiden melakukan kunjungan kenegaraan mulai Kamis besok ke Malaysia, Brunei, dan Filipina.
Rabu pekan lalu, Tim 9 telah menyampaikan sejumlah rekomendasi kepada Presiden terkait kasus KPK-Polri. Salah satu isi rekomendasi itu adalah Budi Gunawan tidak dilantik sebagai Kepala Polri dan Presiden segera mempertimbangkan mengusulkan calon Kepala Polri baru. Komisaris Jenderal (Purn) Oegroseno yang juga anggota Tim 9 secara terpisah mengatakan, pihaknya belum memberikan masukan kepada Presiden soal alternatif calon Kepala Polri untuk menggantikan Budi. "Sesuai aturan, calon Kapolri itu disaring dari internal Polri, lalu Kompolnas, dan Presiden memilih," katanya. Oegroseno optimistis kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo akan semakin baik setelah masalah KPK dan Polri diselesaikan. (NDY/SON/HAR/AGE/ONG/BIL) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie