Isu Freeport di balik kunjungan Mike Pence



JAKARTA. Jika tak ada aral melintang, tanggal 20-22 April 2017, Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) Mike Pence dijadwalkan datang ke Indonesia. Orang nomer dua di AS tersebut dijadwalkan akan bertemu dengan Presiden Joko Widodo dengan membawa sejumlah agenda penting.

Duta Besar AS untuk Indonesia Joseph R. Donovan seperti dikutip dari kompas.com mengatakan, kedatangan Mike Pence sangat penting karena AS ingin menunjukkan komitmen serius membangun kemitraan strategis dengan Indonesia. "Mereka ingin terus jadi mitra dagang," ujarnya, Senin (10/4).

Deputi Bidang Pengendalian dan Pelaksanaan Penanaman Modal (BKPM) Azhar Lubis mengaku belum bisa memastikan agenda Pence. Tapi, BKPM akan berupaya menarik lebih banyak investasi AS, meski kecil kemungkinannya karena kebijakan proteksionis Presiden AS Trump.


Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, kedatangan Pence untuk negosiasi posisi Freeport di Indonesia. AS akan minta perpanjangan operasi Freeport. "AS akan minta kepastian setelah 2021, apapun namanya, " kata Bhima, Minggu (16/4).

Tensi hubungan dagang Indonesia AS belakangan memanas. Sejumlah kasus jadi pemicu. Antara lain: status kontrak karya Freeport, pajak Google hingga pemangkasan kontrak kerjasama JPMorgan oleh Kementerian Keuangan (Kemkeu).

Apalagi, tengah mengevaluasi dagang negara-negara yang menjadi kontributor defisit neraca dagangnya. Dan, Indonesia menjadi salah satu 16 negara yang neraca dagangnya surplus dengan AS.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Hubungan Internasional Shinta Kamdani menilai kedatangan Mike Pence menjadi kesempatan bagi pebisnis Indonesia juga perlu penjelasan atas kebijakan AS yang baru untuk menciptakan fair trade kedua negara. "Di era globalisasi, tidak mungkin sebuah negara dapat berdiri sendiri tanpa ada kerjasama dengan negara lain," ujarnya.

Tony Prasetiantono Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menyatakan, Indonesia tidak perlu risau dengan perdagangan dengan AS. Surplus Indonesia ke AS sangat kecil, hanya US$ 8 miliar, jauh dibanding surplus dagang China dengan AS yang US$ 374 miliar. Jepang, Jerman dan Meksiko yang surplusnya lebih dari US$ 60 miliar.

Hanya, Indonesia harus mampu menyakinkan bahwa 'sikap keras' pemerintah belakangan bukan karena anti AS tapi guna mencari hubungan dagang yang win win solution bagi Indonesia dan AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto