JAKARTA. Rupiah kembali terdepresiasi, setelah sempat menguat kemarin. Hingga pukul 10.55 di Jakarta, nilai tukar rupiah melemah ke level Rp 9.199 per dollar AS, dari posisi kemarin di Rp 9.149 per dollar AS.Klara Pramesti, analis Bank BNI menilai, tekanan terhadap rupiah hari ini, disebabkan sentimen dari domestik dan juga dari global. Sentimen negatif dari domestik masih mengenai kekhawatiran dan kecemasan investor terhadap kelanjutan masalah kenaikan harga BBM. "Karena jika harga BBM naik bisa memicu lonjakan inflasi, maka kecenderungan akan memaksa yield obligasi naik," urai Klara, Kamis (29/3).Nah, jika yield obligasi naik, maka mencerminkan risiko berinvestasi di Indonesia juga meningkat, yang bisa memengaruhi turunnya likuiditas. "Penurunan likuiditas terjadi karenan sudden reversal sehingga membuat rupiah lebih lemah lagi," imbuh Klara.Sedangkan sentimen perkiraan pelemahan ekonomi China, tampaknya menurunkan risk appetite pasar terhadap mata uang berisiko seperti rupiah. Kemarin (28/3), kekhawatiran terhadap perekonomian China mencuat setelah saham-saham energi di China terkoreksi pasca penurunan harga minyak mentah dunia.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Rupiah masih tergerus isu kenaikan harga BBM
JAKARTA. Rupiah kembali terdepresiasi, setelah sempat menguat kemarin. Hingga pukul 10.55 di Jakarta, nilai tukar rupiah melemah ke level Rp 9.199 per dollar AS, dari posisi kemarin di Rp 9.149 per dollar AS.Klara Pramesti, analis Bank BNI menilai, tekanan terhadap rupiah hari ini, disebabkan sentimen dari domestik dan juga dari global. Sentimen negatif dari domestik masih mengenai kekhawatiran dan kecemasan investor terhadap kelanjutan masalah kenaikan harga BBM. "Karena jika harga BBM naik bisa memicu lonjakan inflasi, maka kecenderungan akan memaksa yield obligasi naik," urai Klara, Kamis (29/3).Nah, jika yield obligasi naik, maka mencerminkan risiko berinvestasi di Indonesia juga meningkat, yang bisa memengaruhi turunnya likuiditas. "Penurunan likuiditas terjadi karenan sudden reversal sehingga membuat rupiah lebih lemah lagi," imbuh Klara.Sedangkan sentimen perkiraan pelemahan ekonomi China, tampaknya menurunkan risk appetite pasar terhadap mata uang berisiko seperti rupiah. Kemarin (28/3), kekhawatiran terhadap perekonomian China mencuat setelah saham-saham energi di China terkoreksi pasca penurunan harga minyak mentah dunia.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News