Isu kenaikan harga BBM picu lonjakan CDS



JAKARTA. Rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan lonjakan harga minyak, memicu Credit Default Swap (CDS), atau acuan risiko berinvestasi di Indonesia terus melesat naik.

Kenaikan tersebut terutama terlihat pada akhir pekan lalu (24/2), di mana CDS bertenor 10 tahun naik sebesar 754 basis poin (bps) menjadi 208,41, dibanding hari sebelumnya di 200,91. Senada, pada periode yang sama CDS bertenor lima tahun juga melejit 509 bps menjadi 208,45, dari hari sebelumnya masih di 200,91.

Dealer Fixed Income Bank Rakyat Indonesia (BRI) Muhammad Ichsan menilai, signifikannya kenaikan CDS akibat sentimen yang berasal dari dalam negeri. "Ini soal isu kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) pada 1 April nanti. Juga ditambah lonjakan harga minyak dunia," jelas Ichsan, Senin (27/2).Angka CDS merupakan ukuran risiko dan tingkat kemampuan pemerintah untuk membayar bunga atas surat utang berdenominasi dollar. Kata Ichsan, lonjakan harga minyak dunia cenderung akan menambah beban APBN. Maka adanya kemungkinan kenaikan beban APBN, otomatis meningkatkan risiko bagi investor yang berinvestasi di Indonesia.


Apalagi, adanya isu rencana kenaikan BBM bersubsidi, akan memicu kenaikan beban bagi emiten-emiten yang menggunakan BBM sebagai salah satu belanja operasionalnya. Sehingga ada kemungkinan, belum pastinya kenaikan BBM, memicu investor sementara ini keluar dari pasar, baik di obligasi maupun saham."Sangat wajar jika meningkatnya risiko ini menjadi alasan investor untuk profit taking dan berupaya menghindari risiko, terutama dengan menjual SUN yang bertenor panjang," urainya.Asal tahu saja, harga seri benchmark SUN FR0062 bertenor 30 tahun pada Senin (27/2) pukul 10.41 WIB, berada di posisi terendah tahun ini, yaitu di 98,5, dari posisi Kamis (23/2) di 101,9. Sedangkan, Indeks Inter Dealer Market Association (IDMA), acuan harga obligasi pemerintah turun menjadi 113,84 per Jumat (24/2) dari 114,78 di hari sebelumnya.Ichsan mengingatkan, kalaupun ada kenaikan di beberapa seri SUN, maka kemungkinan itu adalah aksi trader dalam memanfaatkan momentum untuk spekulasi harga. "Secara garis besar, pasar obligasi masih dalam tren penurunan. Jikapun harga naik, itu hanya sesat dengan peluang kenaikan sekitar 50 bps - 100bps," prediksinya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini