Isu konflik membuntuti perubahan direksi ELTY



JAKARTA. Hengkangnya Ferdinand Sadeli dari kursi Direktur Keuangan PT Bakrie Development Tbk (ELTY) melahirkan cerita kurang sedap. Spekulasi yang beredar menyebut, Ferdinand hengkang karena tak sepaham dengan para direksi ELTY.

Sumber KONTAN di grup Bakrie menuturkan, dewan direksi ELTY tengah terbelah konflik. "Posisi Ferdinand terjepit di antara dua kubu di dalam ELTY yang berkonflik," kata si sumber, kemarin.

Selain konflik tersebut, lanjut si sumber, Ferdinand juga tidak sreg dengan aksi penerbitan saham baru (rights issue) ELTY senilai Rp 3,2 triliun pada Juli lalu. Sebagian dana hasil rights issue, yakni Rp 1,9 triliun, digunakan untuk membiayai akuisisi terhadap PT Bukit Jonggol.


Ferdinand, lanjut sumber KONTAN, menganggap akuisisi Bukit Jonggol belum terlalu mendesak mengingat ELTY masih memiliki cadangan lahan alias landbank. "Karena tidak kuat dengan konflik di dalam, Ferdinand akhirnya memilih mundur dari ELTY," jelas sumber yang juga bekerja di Grup Bakrie itu.

Tapi, spekulasi bahwa penyebab pengunduran diri Ferdinand adalah konflik di tubuh ELTY dibantah oleh Nuzirman Nurdin. Sekretaris Perusahaan ELTY tersebut menyatakan Ferdinand mundur semata-mata karena ingin melanjutkan pendidikan.

Ferdinand, menurut Nuzirman, juga mendapat tawaran pekerjaan baru dari perusahaan multinasional. "Pak Ferdinand termasuk salah satu decision maker akuisisi Bukit Jonggol. Jadi, isu tersebut sangat tidak masuk akal," tegasnya.

Ferdinand masuk ke ELTY baru di awal 2010 ini. Ia pernah berkarir sebagai Senior Manager di Ernst & Young pada 2002-2007. Dia menyelesaikan studinya di Universitas Trisakti, Jakarta dan meraih Master of Applied Finance, University of Melbourne, Australia. Sayang, hingga kemarin, KONTAN kesulitan menghubungi Ferdinand.

Analis BNI Securities Maxi Liestyaputra menilai, strategi ELTY mengakuisisi Sentul dan Jonggol merupakan langkah investasi tepat. Selain harganya murah, dua kawasan itu bakal diminati masyarakat Jakarta lantaran sanitasi dan lingkungannya masih nyaman.

Atas dasar itu, Maxi tetap merekomendasikan beli terhadap saham ELTY. Ia menaksir saham ini bisa mendaki hingga level Rp 320 per saham. Pada penutupan perdagangan Senin (1/11), harga ELTY adalah Rp 158 per saham. "Saham ELTY masih layak untuk dibeli," kata Maxi.

Pemegang saham berubah

Selain mundurnya Ferdinand, dalam sebulan terakhir ini, komposisi pemegang saham ELTY juga berubah cepat. Per 30 September 2010, Ascention Limited tercatat memiliki 3,91 miliar saham atau setara 9,80% dari total saham ELTY. Sebelumnya, saham sebanyak itu dimiliki atas nama PT Danatama Capital.

Menariknya, per 13 Oktober 2010 Ascention telah melepas 1,37 miliar saham. Jadi, saham ELTY yang tersisa di Ascention 2,54 miliar saham (6,37%). Tapi, pada 22 Oktober lalu, seluruh kepemilikan Ascention hilang. Yang muncul justru nama Danatama Makmur dengan kepemilikan empat miliar saham atau 10,2%.

Seorang trader di bursa saham menduga, saham yang menggunakan nama Ascention sejatinya dimiliki oleh Grup Bakrie sendiri. Apalagi Ascention masuk daftar pemegang saham ELTY saat rights issue lalu.

Tapi, lagi-lagi Nuzirman membantah spekulasi tersebut. "Ascention itu perusahaan investasi asal luar negeri. Perusahaan itu tidak ada sangkut pautnya dengan Bakrieland Development," bantah dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie