JAKARTA. Harga timah bergerak menguat, di tengah isu pasokan yang menyusut. Salah satunya karena Indonesia sebagai salah satu produsen timah terbesar memangkas produksi. Mengutip Bloomberg, harga timah di London Metal Exchange (LME) kontrak pengiriman tiga bulan meningkat 0,25% dibandingkan hari sebelumnya, menjadi US$ 18.240 per metrik ton. Sementara sepekan terakhir harga tersungkur 0,33%. Analis PT Asia Tradepoint Futures Andri Hardianto berpendapat, tarik menarik antara permintaan dan penawaran timah menjadi pemicu pergerakan harga tersebut. Data World Bureau of Metals Statistic menunjukkan, pada periode Januari–Mei 2016 hampir terjadi defisit timah di pasar. Pada periode tersebut produksi global mencapai 308.000 metrik ton.
Sementara permintaan mencapai 296.000 metrik ton. Adanya ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan global menyebabkan terjadinya reli harga. Selain itu, ada sentimen positif lain yang mempengaruhi harga timah. Andri mengatakan bahwa produksi smelter timah China pada periode Januari-Mei 2016 hanya tumbuh sekitar 3% yaitu 160.000 metrik ton. Sedangkan permintaan domestik Tiongkok sebesar 150.000 metrik ton. Hal tersebut menunjukkan, kondisi hampir defisit dari dalam China sendiri. Indonesia, sebagai negara pengekspor timah terbesar di dunia juga memangkas produksi dan ekspor timah. Produksi timah Indonesia hanya tumbuh 25% year to date per Juni 2016 atau setara dengan 5.378 metrik ton. "Khusus timah, sentimen penurunan supply akan lebih kuat berpengaruh," ujar Andri. Menurutnya jika ada sentimen negatif yang akan menekan harga timah ialah disebabkan oleh stagnasi perekonomian China, Amerika Serikat, dan Eropa. Andri memprediksi, harga timah masih berpeluang menguat pada Kamis (18/8) hingga sepekan ke depan. Terlebih pada bulan ini, Indonesia menginginkan harga timah global naik ke level US$ 25.000 metrik ton. "Keinginan ini sejalan dengan berlakunya larangan ekspor bijih timah dan hanya akan mengekspor timah hasil smelter dari Indonesia," ujar Andri.