Isu perang dagang memicu CDS Indonesia menanjak



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kekhawatiran pelaku pasar terkait perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China turut mengerek tingkat risiko investasi di Indonesia. Ini tercermin pada level credit default swap (CDS) Indonesia tenor lima tahun yang mencapai level tertinggi tujuh bulan.

CDS Indonesia tenor 10 tahun juga cenderung naik. Meski begitu, analis memproyeksikan kenaikan CDS hanya berlangsung jangka pendek.

Mengutip Bloomberg, Senin (26/3), CDS tenor lima tahun bertengger di level 107,33. Ini posisi tertinggi sejak 24 Agustus 2017. Level ini juga sudah naik 23% secara month on month (mom). Sementara, CDS tenor 10 tahun naik 14% ke level 174,86. Sebagai gambaran, semakin tinggi level CDS, maka tingkat risiko investasi juga semakin tinggi alias memburuk.


Ahmad Mikail, ekonom Samuel Sekuritas Indonesia mengatakan, CDS cenderung naik karena pelaku pasar khawatir pada situasi geopolitik perang dagang antara AS dan China. Pelaku pasar menakutkan perang dagang bisa membawa suku bunga global naik.

"Kalau terjadi perang dagang, harga barang jadi lebih mahal karena tarif impor dinaikkan dan pertumbuhan ekonomi menjadi lebih rendah, maka menimbulkan kenaikan risiko pasar keuangan dan tercermin dalam CDS yang naik," kata Mikail, Senin (26/3).

Saat ini, ada kecenderungan pelaku pasar berpindah dari instrumen saham ke pasar obligasi di AS. Perubahan kepemilikan investasi ini terjadi karena ketidakpastian kondisi di tengah polemik perang dagang AS dan China. Kondisi ini membuat investor beralih pada instrumen investasi yang lebih minim risiko seperti obligasi.

"Hal ini yang menyebabkan bursa AS turun, tetapi yield obligasi bergerak stagnan cenderung turun," kata Mikail. Adanya, tekanan capital outflow membuat CDS Indonesia naik.

Sementara, faktor internal seperti defisit neraca perdagangan yang terjadi tiga bulan berturut-turut juga membawa CDS Indonesia naik. Mikail menjelaskan defisit neraca perdagangan membuat nilai tukar rupiah melemah. Dampaknya, investor asing takut untuk investasi di obligasi Indonesia, karena memiliki potensi return yang menurun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini