Isu virus Zika rugikan eksportir ke China



Jakarta. Republik Rakyat Tiongkok (RRT) melalui General Administration of Quality Supervision, Inspection, and Quarantine (AQSIQ) pada 8 Agustus 2016 kembali memasukkan Indonesia ke dalam daftar negara yang terdapat penyebaran virus Zika. Ketentuan ini diberlakukan selama 12 bulan terhitung sejak dikeluarkannya pengumuman AQSIQ dan diterapkan secara acak.

Dasar AQSIQ mengeluarkan keputusan tersebut setelah melihat laporan Zika Virus Situation Report-World Health Organization (WHO). Laporan ini memasukkan Indonesia sebagai negara dengan risiko penyebaran virus Zika.

Selain Indonesia, negara ASEAN lainnya seperti Thailand, Malaysia, Filipina, dan Vietnam, serta Singapura (yang saat ini ditemukan kasus penularan Zika paling tinggi) juga terkena aturan yang sama.


Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Dody Edward menyatakan masuknya Indonesia dalam daftar ini berdampak pada kewajiban bagi eksportir Indonesia menunjukkan dokumen fumigasi per kontainer. Dokumen ini sebagai bukti tidak terjangkit virus Zika.

“Dokumen tersebut harus dapat membuktikan bahwa tiap kontainer tidak terjangkit virus Zika saat proses produksi dan juga selama dalam proses importasi. Jika tidak dapat menunjukkan dokumen pembuktian tersebut, maka produk yang diimpor akan dikenakan proses fumigasi di lokasi pelabuhan bongkar RRT,” kata Dody, dalam siaran pers, Kamis (29/9).

Dody melanjutkan proses fumigasi di lokasi pelabuhan bongkar RRT dikenakan biaya mencapai RMB 200-RNB 500 atau setara dengan Rp 400.000-Rp 1.000.000/kontainer.

“Ketentuan ini telah menambah beban biaya kepada pelaku ekspor Indonesia ke RRT dalam bentuk pengenaan biaya fumigasi di pelabuhan tujuan ekspor dan berakibat pada menurunnya daya saing produk ekspor Indonesia di RRT,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto