Isyarat bank sentral menaikkan bunga



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia  (BI) memberi isyarat akan menaikkan bunga acuan atau  BI 7-Days Reverse Repo Rate  (7DRRR). Inilah senjata pamungkas dari bank sentral untuk menjaga stamina rupiah yang tengah loyo.

Bahkan bukan tak mungkin, BI akan menaikkan bunga acuan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) 16-17 Mei 2018, pekan depan. Sinyal ini dinyalakan oleh Gubernur BI Agus Martowardojo.

Menurut Agus, selain intervensi pasar, BI juga menyiapkan kebijakan moneter yang tegas dan konsisten. "Termasuk melalui penyesuaian suku bunga 7-Days Reverse Repo Rate dengan lebih memprioritaskan pada stabilisasi," kata Agus dalam pernyataan resminya, Rabu (9/5).


Kenaikan bunga acuan BI itu sekaligus untuk mempertebal keyakinan pasar terhadap rupiah, serta penegasan bahwa  ekonomi makro Indonesia masih terjaga. Penegasan ini memang penting. Maklum, belakangan ini rupiah terus melemah dan  bahkan menembus level psikologis Rp 14.000 per dollar Amerika Serikat (AS). Sejak awal tahun sampai 8 Mei 2018, rupiah sudah melemah sebesar 3,44%.

Meski begitu, BI menandaskan, pelemahan rupiah merupakan gejala umum yang tengah dihadapi mata uang dunia. Sebab, dollar AS memang tengah perkasa terhadap nyaris semua mata uang dunia. Peso Filipina, misalnya, melemah 3,72%, rupee India 4,76%, real Brasil 6,83%, rubel Rusia 8,93%, dan lira Turki 11,51%.

Nah, niat BI menaikkan bunga acuan dinilai tepat. Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada Tony Prasetiantono menyatakan, bunga acuan memang sudah saatnya naik untuk menahan arus keluar dana asing, serta menjaga posisi cadangan devisa.

Menurut Tony, idealnya bunga acuan naik 50 basis poin (bps). Namun, dia berharap kenaikannya bertahap.

Misalnya, bulan ini BI menaikkan bunga acuan 25 bps. Jika kurang, dosisnya bisa ditambah lagi bulan berikutnya. Jika  langsung jebred 50 bps, "Dikhawatirkan bisa dipersepsikan BI panik," kata Tony kepada KONTAN, kemarin.

Tony  menambahkan, kenaikan bunga acuan tak serta merta meredam gejolak rupiah secara signifikan. Tapi minimal, bisa menjaga cadangan devisa Indonesia.

Sebagai catatan, akhir April 2018, cadangan devisa Indonesia senilai US$ 124,9 miliar.  Januari 2018, cadangan devisa sebesar US$ 131,98 miliar, tertinggi dalam sejarah.  Artinya, empat bulan cadangan devisa turun US$ 7 miliar.

Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menilai, kenaikan 25 bps bunga acuan di bulan ini sudah cukup untuk  mengembalikan kepercayaan investor asing masuk ke pasar Indonesia. "Pasar lebih yakin kebijakan BI tidak behind the curve," katanya.           

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati