KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Itama Ranoraya Tbk (IRRA) mengalokasikan belanja modal atau
capital expenditure (capex) sebesar Rp 30 miliar hingga Rp 50 miliar di tahun 2022. Direktur PT Itama Ranoraya Tbk Pratoto S Raharjo mengungkapkan, dana tersebut merupakan capex rutin yang akan digunkaan untuk pengembangan bisnis distribusi. "Seperti penambahan jaringan, peningkatan infrastruktur distribusi seperti gudang dan lain-lain," ujar Pratoto kepada Kontan.co.id, Senin (14/2). Lebih lanjut ia mengungkapkan, capex akan didanai dari kas perusahaan. Saat ini, IRRA memiliki likuiditas yang kuat. Di sisi lain, IRRA juga memiliki ruang leverage yang besar.
Sekadar informasi, IRRA menambah 111 jaringan distribusi sub distributor tahun lalu, menjadi 123 sub distribustor per akhir tahun 2021. Oleh karenanya, jumlah pelanggan IRRA turut meningkat hingga 140% menjadi 1.137 pelanggan. IRRA memang tengah fokus memperbesar segmen non-pemerintah karena pertumbuhan segmen ini masih tinggi. Mengutip data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, terdapat lebih 1.400 rumah sakit swasta, 1.200 laboratorium swasta, dan 11.000 lebih klinik. Angka-angka tersebut belum termasuk segmen non-pemerintah lain seperti retailer. Sementara, pelanggan IRRA untuk sektor swasta masih di bawah 1.000.
Baca Juga: Pendapatan Itama Ranoraya (IRRA) Naik di 2021, Ditopang Produk Rapid Test Covid-19 Adapun penjualan IRRA untuk segmen non-pemerintah sepanjang tahun 2021 memang naik signifikan hingga 247% yoy menjadi Rp 663,8 miliar. Sementara itu, penjualan untuk segmen pemerintah tumbuh 76% yoy menjadi Rp 655,1 miliar. Asal tahu saja, di tahun 2021, pendapatan IRRA tercatat naik signifikan 134% yoy menjadi Rp 1,32 triliun. Tahun 2020, pendapatanya dibukukan Rp 563,9 miliar. Dilihat dari produknya, penjualan IRRA tahun lalu ditopang oleh rapid test Covid-19. Pratoto melihat, produk ini bisa menjadi penopang karena terjadi puncak pandemi Covid -19 di tahun 2021, sehingga permintaan produk rapid test Covid mengalami kenaikan signifikan. Di tahun 2022 ini, Pratoto memperkirakan, kontribusi dari penjualan rapid test Covid-19 cederung menurun, terutama untuk pembelian dari pemerintah. Sementara untuk segmen non-pemerintah, permintaan produk tersebut diperkirakan masih akan solid. Ini tidak terlepas masyarakat yang sudah mulai terbiasa menggunakan rapid test sebagai screening awal untuk kegiatan perkantoran, perjalanan, serta acara-acara formal dan non formal seperti gathering, arisan, resepsi, maupun acara perayaan lainnya. "Meskipun dari produk rapid test covid akan berat untuk tumbuh, namun kami optimis untuk produk rapid test non-covid. Baru kita pasarkan di semester II tahun lalu, penjualannya sudah di atas 5 juta unit," imbuhnya. Sekadar informasi, penjualan rapid test Covid berkontribusi hingga 71% terhadap total pendapatan tahun 2021 atau setara Rp 939 miliar. Sebanyak 51% penjualan rapid test Covid diserap oleh segmen non-pemerintah yaitu korporasi dan ritel. Sisanya, diserap segmen pemerintah.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham Itama Ranoraya (IRRA) yang Meraup Pendapatan Ciamik Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat