ITMG tak khawatirkan kenaikan royalti



JAKARTA. Rencana pemerintah menaikkan royalti batubara bagi pemegang izin usaha pertambangan (IUP) ditanggapi beragam oleh pengusaha. PT Indo Tambangraya Megah Tbk misalnya. Perusahaan ini mengaku tak terlalu khawatir dengan rencana kenaikan royalti lantaran kontribusi volume produksi batubara dari anak usaha pemegang IUP tidak terlalu besar.

Sebaliknya, mayoritas kontribusi produksi batubara perusahaan berkode ITMG di Bursa Efek Indonesia ini berasal dari empat anak perusahaan pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B). Empat perusahaan tersebut adalah PT Indominco Mandiri, PT Jorong Barutama Greston, PT Trubaindo Coal Mining, dan PT Bharinto Ekatamana.

Sementara PT Kitadin adalah satu-satunya anak perusahaan pemegang IUP. "Kenaikan royalti secara korporasi  tidak mengganggu, mengingat kontribusi dari IUP tidak terlalu besasr," terang Leksono Poeranto, Direktur Indo Tambangraya Megah kepada KONTAN, awal pekan ini.


Nah, tahun ini, Indo Tambangraya memperkirakan bisa memproduksi 29 juta ton batubara. Dari total produksi tersebut, sekitar 28 juta ton berasal dari konsesi PKP2B, sedangkan sisanya 1 juta ton dari produksi batubara melalui IUP. Dengan kata lain, proyeksi kontribusi batubara melalui IUP hanya 3,45% terhadap total produksi.

Seperti Anda ketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah memfinalisasi revisi PP Nomor 9 Tahun 2012 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak.  Pemerintah berencana menaikan tarif royalti bagi produksi batubara yang dihasilkan perusahan pemegang IUP.

Perinciannya begini, royalti batubara berkalori rendah atau di bawah 5.100 kilo kalori per kilogram (kkal/kg) menjadi 7% dari harga jual. Lalu,  royalti batubara berkalori sedang atau antara 5.100 kkal/kg - 6.100 kcal/kg menjadi 9% dari harga jual.

Adapun tarif royalti batubara berkalori tinggi alias di atas 6.100 kkal/kg menjadi 13,5% dari harga jual. Persentase royalti batubara kalori tinggi dari pemegang IUP ini sekaligus menjadikannya setara dengan pungutan royalti batubara melalui PKP2B yang direncanakan tetap, yakni 13,5%.

Sebelum muncul usulan ini, PP No 9/2012 mengatur pungutan royalti untuk batubara pemegang IUP berkalori rendah 3% dari harga jual. Sementara royalti batubara berkalori sedang dan tinggi masing-masing 5% dan 7%.

Meski telah memastikan tak terpengaruh dengan rencana pemerintah menaikkan royalti bagi pemegang IUP, Indo Tambangraya tak mau berkomentar soal persentase kenaikan tarif. "Kami akan menunggu sampai ada keputusan pasti soal rencana kenaikan royalti ini," kilah Leksono.

Sebelumnya, Supriatna Sahala, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) bilang, dirinya kecewa dengan sikap pemerintah yang menurutnya memaksakan diri menerapkan formula kenaikan batubara. "Dulu, diberlakukannya tarif royalti 3%, 5%, dan 7% merupakan insentif bagi pengusaha kecil agar mau berinvestasi, tapi kok  saat harga rendah malah royaltinya dinaikkan," sesal Supriatna.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anastasia Lilin Yuliantina