Izin ekspor batubara tak bisa mengekang produksi



JAKARTA. Harga jual murah tak menghalangi produsen batubara Indonesia untuk menggenjot produksi. Buktinya, sepanjang Januari–September 2014, volume produksi batubara Indonesia mencapai 311 juta ton, naik 4% dibandingkan dengan periode yang sama 2013 yakni 299 juta ton. 

Bambang Tjahjono, Direktur Pengusahaan dan Pembinaan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan, meskipun produksi batubara masih kencang, pemerintah tetap optimistis produksi nasional hingga akhir 2014 tidak akan lebih dari 421 juta ton. "Sampai triwulan ketiga ini total produksi sebesar 311 juta ton, suplai domestik 75 juta ton dan ekspor sebesar 235 juta ton," kata dia ke KONTAN, akhir pekan kemaren. 

Asal tahu saja, sepanjang tahun ini, harga jual batubara cenderung terus melandai. Berdasarkan harga batubara acuan (HBA) yang ditetapkan ESDM, per Oktober ini, harga batubara mencapai US$ 67,26 per ton atau turun 3,35% dibandingkan HBA September 2014 sebesar US$ 69,69 per ton. 


Bahkan, harga patokan tersebut jauh merosot dibandingkan dengan penetapan di waktu sebelumnya. Misalnya, rata-rata HBA pada tahun 2012 dan 2011 silam, yakni sebesar US$ 95,48 per ton dan US$ 118,4 per ton. 

Mulai 1 Oktober 2014 yang lalu, pemerintah Indonesia mulai menerapkan beleid baru berupa persyaratan eksportir terdaftar (ET) batubara  bagi perusahaan yang ingin menjual komoditas tersebut ke luar negeri. Namun, efektivitas kebijakan ini untuk mengendalikan ekspor maupun mengerem produksi batubara belum bisa dirasakan dalam waktu dekat ini. 

Pemerintah mencatat, jumlah perusahaan yang mendapatkan ET-Batubara baru mencapai 160 perusahaan. Perinciannnya, 36 perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PK2B), 91 izin usaha pertambangan (IUP), dan 33 IUP khusus pengangkutan dan penjualan. 

Jeffrey Mulyono, Direktur Utama PT Pesona Khatulistiwa Nusantara bilang, meskipun pemberlakukan ET-batubara cukup sulit, hali itu bisa meminimalkan batubara ilegal. "Volume perdagangan batubara ilegal cukup besar, makanya penertiban aturan ekspor bisa efektif menaikkan harganya," kata dia.  Siapkan beleid pendongkrak harga.

Jumlah eksportir resmi tersebut tentunya jauh lebih kecil dibandingkan dengan jumlah produsen batubara di Tanah Air, yakni sebanyak 997 IUP yang berstatus clean and clear (CnC) dan 54 PKP2B yang sudah masuk tahapan produksi. "Setelah beberapa bulan berjalan, kami baru bisa membandingkan seberapa besar pengaruh penerapan ET-batubara," kata Bambang. 

Meskipun harga jual batubara mencapai titik terendah sejak 2009 silam, pemerintah masih menunggu perkembangan harga untuk melakukan intervensi agar bisa mendongkrak harga jual. Kementerian ESDM baru berencana mengeluarkan kebijakan khusus apabila harga terus melorot hingga menembus di bawah US$ 60 per ton. 

Paul Lubis, Sekretaris Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM mengatakan, rencana mengeluarkan kebijakan berupa pengendalian ekspor ini bertujuan untuk menjaga harga jual batubara sekaligus penerimaan negara dari pungutan royalti. "Kalau harga sudah di bawah US$ 60, kami tentu harus lakukan pengendalian," jelas dia. 

Tapi, pada kuartal keempat tahun ini, harga jual batubara diproyeksikan bisa meningkat lagi, mengingat musim dingin mulai datang di sejumlah negara di belahan bumi bagian utara termasuk China.

Di tengah harga yang rendah, sejumlah perusahaan berencana mengkatrol produksi batubara untuk menjaga kinerja. Misalnya PT Berau Coal yang menargetkan produksi 24,2 juta ton pada 2014 dari 23,2 juta ton tahun lalu. PT Golden Energy Mines Tbk tahun ini juga menargetkan produksi 7 juta ton atau naik 29,6% dari produksi tahun lalu 5,4 juta ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto