Izin ekspor dan penangkaran arwana dipermudah



JAKARTA. Sebanyak 80% penjualan ikan arwana Indonesia adalah untuk pasar ekspor. Melihat peluang ini, Kementerian Kehutanan (Kemhut) berjanji mempermudah prosedur birokrasi penangkaran dan ekspor arwana yang selama ini berbelit-belit.

Pertama, Kemhut akan mempercepat pelayanan untuk memperoleh surat angkut tumbuhan dan satwa liar luar negeri (SATS-LN). Semula, mengurus surat ini perlu waktu satu minggu. Mulai tahun ini, pemerintah sudah melakukan pelayanan satu hari (one day service), dengan sistem first in first out. Ini bisa dilakukan karena terintegrasi dengan sistem National Single Window (NSW) atau layanan elektronik untuk arus barang dan dokumen dalam proses ekspor dan impor.

Kedua, pemerintah telah menyederhanakan proses perizinan penangkaran arwana. Izin yang tadinya diterbitkan oleh Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) di Jakarta, kini, telah didelegasikan kepada Kepala Unit Pelaksana Teknis Balai Konservasi Daya Alam (UPT-BKSDA) di masing-masing daerah. Dengan cara ini, Kemhut berharap penangkaran arwana makin marak sehingga menambah lapangan kerja dan mendongkrak ekspor arwana.


Berdasarkan data Kemhut, saaat ini, terdapat 134 unit penangkaran arwana yang tersebar di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Riau, dan Jakarta. Penangkaran itu menyerap 784 tenaga kerja.

"Perdagangan ini bisa sekaligus mempromosikan bahwa Indonesia memiliki ikan arwana yang luar biasa indahnya. Makanya, kita harus mempermudah prosedur birokrasi yang ada," ujar Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan seusai menghadiri All Indonesia Arowana Show 2011, akhir pekan lalu.

Tak hanya itu saja, ikan arwana telah mendatangkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tahun 2010 sebesar Rp 2,05 triliun. “Perkiraan devisa untuk ikan Arwana sekitar US$ 3,6 juta. Semakin banyak yang menangkar semakin meningkatkan keuntungan negara,” tutupnya.

Ketua Arwana Club Indonesia Stephen Suryaatmadja menyatakan, potensi perdagangan arwana memang sangat besar. Sebab, seluruh ikan arwana yang ada di dunia pasti berasal dari Indonesia. Oleh sebab itu, Stephen mendukung upaya pemerintah yang telah mempermudah sistem ekspor ikan arwana.

Ia menceritakan, biasanya pembeli luar negeri beranggapan membeli ikan di Indonesia lebih susah, terutama karena birokrasi yang rumit. Mereka kerap membandingkan dengan proses pembelian di Singapura yang jauh lebih mudah. "Ini yang mau kita patahkan, Indonesia tidak susah birokrasinya. Alhamdulillah dari pihak Kemhut menyatakan tidak akan mempersulit," ungkap Stephen.

Apalagi, dengan adanya one day service, pengurusan ekspor akan menjadi mudah. Sebelum pelayanan one day service berjalan, prosesnya pengiriman ikan ke luar negeri sangat panjang. Misalnya, untuk mengirim ikan dari Pontianak, penangkar atau eksportir harus mendapat surat SATS-DN ke Jakarta dulu. Lalu, dari Jakarta, eksportir harus membuat SATS-LN ke negara tujuan. Tapi sekarang, begitu ada transaksi, ikan bisa langsung dibawa ke bandara.

Ia menambahkan, sekitar 80% hasil penangkaran ikan arwana memang dikirim ke luar negeri. Dari seluruh ekspor arwana tersebut, ternyata sekitar 40% pembelinya berasal dari China.

Harga ikan arwana dengan panjang 15 cm–18 cm bisa dipatok sekitar Rp 5 juta. Harga akan naik seiring ukuran dan kualitasnya, terlebih kalau ikan arwana itu menang kontes. "Di luar negeri, harga ikan arwana bisa 3 kali lipat dari harga beli di Indonesia," ucap Stephen.

Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Kemhut Novianto Bambang menjelaskan, ikan arwana yang terdapat di Indonesia terdiri dari dua jenis. Jenis pertama, Sclerofages formosus, memiliki tiga varitas yaitu ikan arwana merah (super red), merah keemasan (golden red), dan hijau (green). Jenis ini terdapat di Kalimantan dan Sumatera. Jenis kedua, Sclerofages yardinii, dikenal dengan nama ikan arwana Irian atau arwana hitam. Jenis ini ditemui di Papua, khususnya Marauke.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini