Izin lahan kebun akan dilonggarkan



JAKARTA. Ada kabar baik bagi pengusaha perkebunan. Pemerintah akan melonggarkan  izin lahan perkebunan. Utamanya bagi pengusaha perkebunan lokal. Sebaliknya, aturan ketat akan diberikan ke perusahaan asing. 

Gamal Nazir, Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Perkebunan mengatakan, pemerintah saat ini tengah menyusun Peraturan Presiden (PP) yang merupakan turunan Undang-Undang no 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.

Aturan ini juga sekaligus akan digunakan pemerintah untuk merevisi Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor  98 Tahun 2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan.


Beberapa poin penting yang masuk dalam draf PP antara lain adalah: pertama, pemerintah akan melonggarkan izin perluasan lahan perkebunan. Opsinya bisa menambah luas lahan pengusaha kebun yang dibatasi Permentan atau bahkan mencabut batasan izin lahan.

Pasalnya, dalam UU Perkebunan yang disahkan 29 September 2014, khususnya pasal 14, tak ada pembatasan izin lahan perkebunan.

Sementara dalam Permentan,  luas lahan kebun dibatasi. Yakni: maksimum lahan budidaya dan pengolahan hingga 100.000 hektare (ha) untuk perusahaan sawit dan 150.000 ha untuk tebu. Adapun batas maksimal izin lahan budidaya kelapa sawit hanya 40.000 ha.

Kedua, pemerintah juga akan mengatur batasan modal asing dalam usaha perkebunan. Hingga saat ini, opsi pemerintah masih sama yakni membatasi kepemilikan asing maksimal hanya 30%. Poin ini pula yang kini mendapat hujan protes dari pengusaha.

Sayang, Gamal masih bungkam soal poin ini. Termasuk apakah  peraturan ini akan berlaku mundur sehingga ada kewajiban perusahaan perkebunan asing mendivestasikan  sahamnya.

Gamal hanya memastikan, saat ini, beleid PP ini tengah digodok Kemtan bersama Kantor Staf Kepresidenan yang kini menggantikan fungsi Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian (UKP4). “Kami upayakan jelas semua aturannya tahun ini,” ujar Gamal, Kamis (8/1).

Joko Supriyanto, Direktur PT Astra Agro Lestari (AALI) mengatakan, pemerintah harus mengkaji ulang semua aturan yang tak mendukung industri kelapa sawit. Termasuk, izin penggunaan lahan gambut untuk perkebunan, seperti PP No 71/ 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. Pasalnya, "Kontribusi kelapa sawit ke neraca perdagangan nasional cukup besar," ujarnya.

Bustanul Arifin, pengamat perkebunan bilang, seharusnya pemerintah lebih fokus mendorong pengusaha perkebunan untuk hilirisasi produk ketimbang perluasan lahan. "Sektor perkebunan nasional sudah harus naik kelas dan lebih maju," ujarnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia