Jabatan Firli Bahuri Habis 20 Desember, Presiden akan Ajukan Calon Ketua KPK Baru



KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Polda Metro Jaya menetapkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri sebagai tersangka. Kasus pemantik adalah Firli diduga memeras mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.

Penetapan tersangka ini setelah gelat perkara, pemeriksaan 100 saksi serta sejumlah barang bukti yang salah satunya adalah dokumen penukaran valutas asing (valas) sebesar Rp 7,4 miliar.
 
Firli dijerat Pasal 12e, Pasal 12B, dan Pasal 11 Undang-Undang (UU) No 31/ 1999 tentang Perubahan Kedua atas UU No 30/2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). 
 
Merujuk UU yang sama,pasal 32  ayat 1 disebutkan bahwa Pimpinan KPK berhenti atau diberhentikan karena meninggal dunia, berakhir masa jabatannya; melakukan perbuatan tercela; menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan; berhalangan tetap atau secara terus-menerus selama lebih dari 3 (tiga) bulan tidak dapat melaksanakan tugasnya; mengundurkan diri; atau dikenai sanksi berdasarkan Undang-Undang  KPK. 
 
 
Pimpinan KPK juga bisa berhenti atau diberhentukan karena menjadi tersangka tindak pidana kejahatan. 
 
Pasal 33 ayat 1 juga menyebutkan bahwa jika terjadi kekosongan Pimpinan KPK, Presiden harus mengajukan calon anggota pengganti kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR). “Anggota pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang tidak terpilih di DPR sepanjang masih memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 29,” tulis pasal 33 ayat 2 UU KPK. 
 
Ayat lanjutan alias ayat 3 aturan itu juga menyatakan bahwa anggota pengganti pimpinan KPK harus melanjutkan sisa masa jabatan pimpinan KPK yang digantikan. Ini artinya, kelak jika Presiden sudah memberhentikan dan mengajukan penggantinya, maka masa jabatan ketua baru KPK itu akan sangat pendek.
 
Sebab, Firli adalah Ketua KPK sejak 20 Desember 2019 dan akan berakhir jabatannya pada 20 Desember 2023 nanti.  Ini artinya, ada kesempatan bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengajukan Ketua KPK baru, pengganti Firli.  
 
Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana dalam keterangan resminya (23/11) mengatakan Presiden Jokowi akan menjalankan mekanisme sesuai UU KPK, sebagai respon penetapan Ketua KPK Firli Bahuri sebagai tersangka kasus dugaan suap Menteri Pertanian. Mekanisme akan dijalankan segera setelah surat resmi penetapan tersangka Firli Bahuri oleh Polri diterima Kementerian Sekretariat Negara.
 
Firli Bahuri, Ketua KPK yang Sarat Kontroversi
 
Sepanjang memimpin KPK, Firli Bahuri terbilang sebagai ketua KPK yang banyak memantik kontroversi,  bahkan sudah dimulai saat Firli masuk sebagai lima kandidat yang diajukan Presiden Jokowi ke DPR tahun 2019 silam. 
 
1. Sebelum menjadi ketua KPK, Firli adalah Deputi Penindakan KPK pada tahun 2018. Saat seleksi menjadi calon Ketua KPK saat itu terungkap bahwa Firli diduga melanggar kode etik.
 
KPK saat itu bahkan dengan terang menyebut bahwa saat menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK, Firli dua kali bertemu dengan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB)  Tuan Guru Bajang Zainul Majdi. Padahal  saat itu, lembaga anti rasuah tersebut sedang melakukan penyelidikan dugaan korupsi terkait kepemilikan saham pemerintah daerah dalam PT Newmont pada tahun 2009-2016.
 
Tak hanya itu saja. Firli juga bertemu pejabat BPK, Bahrullah Akbar di Gedung KPK. Saat itu, Bahrullah dijadwalkan melakukan pemeriksaan sebagai saksi untuk tersangka Yaya Purnomo atas kasus suap dana perimbangan. Firli menemui Bahrullah sesaat sebelum pemeriksaan.   
 
Toh dengan berbagai protes atas pelanggaran kode etik tersebut, DPR tetap memutuskan laju langkah Firli memimpin KPK
 
2. Menyetujui revisi UU KPK
 
Sebelum dilantik menjadi Ketua KPK pada 20 Desember 2019, Firli Bahuri juga menjadi pihak yang menyetujui revisi UU KPK.Saat itu, revisi UU KPKmenuai protes dan kontroversi dari berbagai kalangan karena dinilai melemahkan pemberantasan korupsi. 
 
3. Melanggar etik KPK
 
Pada Juni 2020, lagi-lagi Firli terbukti melanggar etik oleh Dewan Pengawas KPK karena menerima gratifikasi tumpangan helikopter.
 
Dewan Pengawas KPK bahkan menyatakan Firli Bahuri melakukan pelanggaran kode etik atas laporan Firli menaiki helikopter milik perusahaan swasta dengan kode PK-JTO saat perjalanan dari Palembang menuju Baturaja.
 
4. Memecat puluhan pegawai KPK
 
Kontroversi Firli kembali mencuat  pada tahun 2021. Firli memecat 57 karyawan KPK karena tidak lolos tes wawasan kebangsaan. Keputusan ini menuai protes sebab Komnas HAM menganggap Firli melanggar hak asasi dan maladministrasi oleh Ombudsman RI.
 
5. Dugaan gratifikasi tiket GP Mandalika
Dugaan ini muncul saat Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar memilih mengundurkan diri karena diperiksa Dewas KPK terkait gratifikasi tiket GP Mandalika pada Juli 2022.  Saat itu, terungkap bahwa Firli diduga menerima gratifikasi serupa.
 
6. Indeks korupsi terburuk
 
Dus puncaknya, pada awal tahun 2023, Transparency International melansir indeks korupsi Indonesia sebagai yang terburuk sepanjang reformasi. Indikatornya adalah pemberantasan korupsi yang dianggap tidak jalan.

Indeks Persepsi Korupsi Indonesia pada 2022 tercatat 34 dan berada di peringkat ke-110 dari 180 negara yang disurvei. Skor ini memburuk empat poin dari tahun 2021 yang berada pada skor 38.

Adapun menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Perilaku Anti-Korupsi (IPAK) Indonesia pada 2023 berada di level 3,92, turun 0,01 poin dibanding posisi 2022.

IPAK mencerminkan perilaku antikorupsi yang diukur dengan skala 0-5. Semakin tinggi skor IPAK, maka masyarakat diasumsikan semakin anti terhadap korupsi, dan begitu pula sebaliknya.

Baca Juga: Indonesia Police Name Anti-Graft Agency Chief as Suspect in Alleged Extortion

 
7. Bocornya dokumen perkara
 
Mei 2023, para petinggi KPK diperiksa oleh Dewas KPK karena adanya dugaan kebocoran dokumen perkara di Kementerian Energi Sumber Daya Mineral.
 
8. Pemerasan terhadap mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo
 
Terbaru, tentu saja penetapan status Firli sebagai tersangka kasus pemerasan SYL.
 
Dus, bola pemberhentian Firli sebagai Ketua KPK di tangan Presiden dan DPR. Harapan besar agar Presiden Jokowi di akhir jabatannya benar-benar memilih sosok yang pantas, memiliki komitmen kuat dan jelas atas pemberantasan korupsi. Bukan sosok yang justru bisa bersengkongkol memuluskan aksi-aksi korupsi di tingkat eksekutif hingga legislatif.  
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Titis Nurdiana