Sebelum mencapai kejayaannya saat ini, tak semua jalan yang ditempuh Jack Taylor mulus. Perusahaannya pernah dianggap menipu para pelanggan karena menjual produk yang tidak sama dengan iklan, demi mendapat keuntungan. Namun, di sisi lain, Taylor masih sadar diri menyisihkan keuntungannya demi lingkungan hidup. Setiap hari, di setiap pojok dunia, muncul orang kaya baru yang hidup dari eksplorasi bumi, pertambangan, otomotif, dan sebagainya. Namun, tak banyak pebisnis yang sadar efek negatif industri terhadap lingkungan. Jack Crawford Taylor adalah seorang pengusaha yang cukup menyadari bisnisnya di bidang otomotif selama puluhan tahun bakal mendatangkan efek buruk untuk lingkungan.
Menyadari efek negatif bisnis penyewaan kendaraannya, tepat 2007 lalu, saat momen ulang tahun emas keberadaan Enterprise Rent-A-Car, Taylor memberikan hadiah spesial pada sebuah lembaga nirlaba. Melalui Arbor Day Foundation, Taylor memberikan suatu komitmen penanaman 50 juta pohon selama 50 tahun ke depan. Total duit yang digelontorkannya sekitar US$ 50 juta. Seperti dilansir Arboy Day Foundation, kado ulang tahun itu juga termasuk pendanaan penanaman pohon di berbagai lokasi di dunia, yang menjadi basis usaha Enterprise, termasuk di Eropa dan Kanada. Hadiah perjalanan bisnis selama setengah abad pun membuahkan hasil. Pohon-pohon mini yang didanainya itu telah tertanam di berbagai hutan. Antara lain, Custer National Forest yang berlokasi di Montana dan Dakota Selatan, Lassen National Forest di California. Taylor juga ingin bisnisnya tidak merusak pemulihan lahan yang telah dilakukan. Enterprise berdonasi pada Donald Danforth Plant Science Center, sebuah pusat riset bio-teknologi, untuk membangun Enterprise Rent-A-Car Institute. Ini bakal menjadi tempat penelitian bahan bakar ramah lingkungan alias
biofuel. Taylor pun tidak pelit berbagi dana penelitian tanaman di Missouri Botanical Garden, dan pemeliharaan Forest Park di St Louis. Lokasi itu merupakan salah satu taman terbesar di Amerika Serikat. Selain berdonasi, Taylor juga mendonasikan sebagian uangnya untuk membantu mahasiswa Washington, tempat dia pernah berkuliah selama dua tahun. Dia juga memiliki Enterprise Rent-A-Car Foundation yang didirikan tahun 1982. Namun, tak ada gading yang tak retak. Perbuatan baiknya tercoreng beberapa isu negatif. Contohnya, pegawai baru yang merintis karier sebagai
management trainee mendapat bayaran paling rendah ketimbang perusahaan lain. Pada era itu, menurut
Wikipedia, perusahaan hanya membayar US$ 32.500 per tahun. Hanya, memang akses naik jabatan terbuka luas asal mampu menjaring penjualan sebesar-besarnya. Lalu Enterprise pun terpaksa menghadapi terpaan kasus kontroversi penjualan mobil tanpa kantong udara penyelamat alias
airbag. Alkisah, perusahaannya menjual Chevrolet Impala model keluaran 2006-2008 sebanyak 66.000 unit tanpa
airbag pelindung samping. Namun, dalam iklannya, perusahaannya mengatakan mobil itu telah dilengkapi balon penyelamat. Hal tersebut membuat perusahaan Taylor berhemat sekitar US$ 11,5 juta atau US$ 175 per unit. Padahal, balon penyelamat merupakan komponen standar pada produk otomotif.
Seakan tidak kapok, Enterprise mengulang aksinya saat membeli 5.000 unit Chevrolet Cobalts dan Buick LaCrosses tanpa
airbag pelindung samping. Rentetan bukti ini akhirnya membuat petinggi Enterprise buka mulut. Mereka mengaku tidak akurat pada iklan
online penjualan 745 Chevrolet Impala model keluaran 2006-2008. Kala itu, jurubicara perusahaan membela diri, informasi krusial baru akan disampaikan setelah transaksi. Enterprise juga memberikan opsi pembelian kembali Chevrolet Impala jika ternyata konsumen tidak berminat dengan produk yang baru dibelinya. Ironisnya, beberapa sumber mengatakan, penjualan kendaraan tanpa kelengkapan komponen keselematan itu sering terjadi antara perusahaan otomotif dengan pembeli armada borongan. (Bersambung)
Editor: Catur Ari