KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertumbuhan industri minyak sawit di dunia masih sangat bergantung pada produksi minyak sawit Indonesia yang menyumbang lebih dari 50% dari pasokan global. Permintaan pasar global yang tinggi secara langsung berdampak pada industri minyak sawit di Indonesia. Minyak sawit mentah (CPO) digunakan sebagai bahan baku untuk minyak goreng dan bioenergi yang sangat dibutuhkan di Indonesia. Permintaan yang tinggi ini mencerminkan pertumbuhan pesat industri makanan dan non-makanan di dunia, termasuk di Indonesia, karena minyak sawit merupakan substitusi bagi minyak nabati lainnya.
Namun, kondisi pasar global yang mengalami defisit pasokan akibat perang di Rusia dan Ukraina berdampak pada kenaikan harga minyak sawit dan terbatasnya produksi akibat faktor iklim dan lainnya.
Baca Juga: Kebutuhan Ekspor Meningkat, Kebijakan Pembatasan Ekspor CPO Perlu Dievaluasi Di sisi lain, kenaikan harga minyak sawit mentah (CPO) yang digunakan sebagai bahan baku biodiesel juga menghadapi masalah serupa. Meskipun menjadi program mandatori pemerintah untuk menghemat devisa negara, kenaikan harga jual minyak sawit mentah tetap menjadi tantangan. Namun, pemanfaatan dana BPDPKS sebagai insentif biodiesel dapat menjadi solusi untuk mengatasi masalah ini. Menurut analis kebijakan dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Khadikin, saat ini Indonesia masih menjadi episentrum produsen dan konsumen minyak sawit dunia, sehingga mempengaruhi harga CPO dunia melalui sisi pasokan dan permintaan. Namun, pasar minyak nabati dunia sangat rentan terhadap perubahan lingkungan strategis. Sebagai contoh, saat invasi Rusia ke Ukraina pada April 2022, harga CPO internasional naik RM 1.000/MT dalam waktu 3 hari. “Hal ini disebabkan negara Ukraina merupakan produsen utama minyak biji bunga matahari (
sunflower oil), yang menjadi barang kompetitor CPO asal negara tropis, utamanya Indonesia dan Malaysia,” katanya dalam keterangannya, Kamis (13/4).
Baca Juga: Pengusaha Minta Pemerintah Evaluasi Kebijakan Pembatasan Ekspor CPO Setelah Lebaran Sebab itu saat ini, ungkap Khadikin, pemerintah sedang mendorong supaya Indonesia menjadi penentu harga CPO di dunia, terlebih Indonesia telah menjadi produsen utama minyak sawit global, dengan membentuk bursa komoditas. Kepala Divisi Pengembangan Biodiesel Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Nugroho Adi Wibowo, menambahkan, BPDPKS merupakan Badan Layanan Umum yang diberi tugas mengelola dan menyalurkan Dana, Penyaluran Dana yang dilaksanakan BPDPKS berdasarkan kebijakan dan kewenangan yang ditetapkan oleh Kementerian/Lembaga. Keberhasilan penyaluran termasuk dampaknya, sangat tergantung dari desain dan implementasi program tersebut. “Untuk insentif biodiesel/B30 merupakan kebijakan dan kewenangan Kementerian ESDM. Desain pelaksanaan serta panduan pelaksanaan program ditetapkan oleh Kementerian ESDM sesuai Permen ESDM Nomor No.24 Tahun 2021,” katanya.
Baca Juga: Upaya Mendorong Petani Sawit Menuju Pertanian yang Keberlanjutan Lebih lanjut tutur Nugroho pemberian insentif biodiesel semenjak 2015 hingga Maret 2023 telah mencapai Rp 144,7 triliun. Dimana pemberian insentif tertinggi terjadi pada 2021 yang mencapai Rp 51 triliun, dan di 2022 turun menjadi Rp 34,5 triliun. “Namun yang perlu diketahui kontribusi pajak dari biodiesel yang dibayarkan melalui Ppn yang dibayarkan mencapai Rp 13,15 trilin,” katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli