Jadi Jawara di Bursa, IDX Energy Melesat 76% Sejak Awal Tahun 2022



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks IDX Energy masih menjadi indeks sektoral di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang kinerjanya meningkat tajam.

Per Rabu (2/11), indeks yang berisikan saham emiten pertambangan minyak dan gas (migas) serta batubara ini melesat 76,6%. Capaian ini mengalahkan indeks sektoral lainnya, sebut saja sektor industrial (19,74%) dan sektor transportasi logistik (13,54%).

Analis Panin Sekuritas Felix Darmawan menilai, kinerja sektor IDX Energy tahun ini ditopang oleh peningkatan harga komoditas, salah satunya minyak mentah dunia, yang mana berkorelasi positif bagi emiten-emiten tersebut.


Felix memproyeksi harga komoditas migas akan cukup tricky. Misalnya, sentimen bearish dari potensi resesi global yang akan memperlambat permintaan minyak mentah. Harga minyak pun sempat turun ke level US$ 80-an per barel.

Baca Juga: Mengekor Bursa Regional, IHSG Turun 0,27% ke 6.996,6 di Awal Perdagangan Kamis (3/11)

Namun, hal itu direspon oleh OPEC+ dengan mengurangi output sekitar 2 juta barel per harinya. Hal ini menjadi sentimen peningkatan harga minyak mentah.

Felix memproyeksi, harga minyak global akan bertahan di kisaran level US$ 85 – US$ 95 per barel, yang ditopang oleh pemotongan produksi dari OPEC+ seiring dengan potensi resesi global. Selain itu, ada pula berkurangnya belanja modal di sektor hulu dan potensi penambahan cadangan minyak strategis Amerika Serikat.

Pun, harga minyak tahun depan berpotensi melandai dan tidak setinggi level puncaknya di tahun ini. Namun, harga minyak dinilai masih akan ada di level yang solid bagi emiten migas.

Felix memproyeksi penurunan harga minyak ini akan berkorelasi kepada harga saham emiten di indeks sektor energi. “Untuk harga saham yang berkaitan biasanya cukup mengikuti pergerakan harga komoditas global. Jika memang terjadi penurunan maka biasanya akan ikut turun harga saham-sahamnya, begitu pula sebaliknya,” kata Felix kepada Kontan.co.id, Rabu (2/11).

Selain minyak, batubara menjadi salah satu komoditas yang harganya kemungkinan masih akan tetap tinggi untuk beberapa waktu ke depan. Analis Samuel Sekuritas Indonesia Jonathan Guyadi menilai, ada beberapa katalis jangka pendek dan menengah yang akan mengangkat harga batubara.

Diantaranya yakni cuaca ekstrem mungkin masih berlangsung hingga awal 2023. Hal ini memperburuk kekeringan dan banjir di berbagai belahan dunia. Kondisi ini kemungkinan akan mempengaruhi produksi batubara. Dari sisi permintaan, ketegangan Rusia dan Ukraina dapat meningkatkan permintaan batubara karena Rusia memutus pasokan gas ke banyak negara Eropa.

Baca Juga: Cek Rekomendasi Saham Emiten Ritel yang Masih Prospektif

Di sisi lain, terdapat potensi bearish harga batubara. Para ekonom saat ini cenderung memiliki opini bearish tentang prospek ekonomi China, terutama karena gejolak di pasar propertinya.

Di sisi lain, masuknya batubara Rusia ke pasar ekspor Indonesia (termasuk India) dapat menjadi kompetitor bagi perusahaan batubara Indonesia, karena batubara Rusia lebih murah dan memiliki nilai kalori yang lebih tinggi.

Tarif royalti baru yang dikenakan pada perusahaan pertambangan batubara Indonesia juga dapat mempengaruhi kinerja mereka dalam jangka panjang.

Samuel Sekuritas mempertahankan rating netral untuk sektor batubara. Urutan saham pilihan alias top picks untuk perusahaan batubara oleh Samuel Sekuritas adalah PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Bumi Resources Tbk (BUMI), dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG).

Felix merekomendasikan beli saham PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) dengan menaikkan target harga menjadi Rp 1.315 dari sebelumnya di Rp 800. Menurut Felix, valuasi tersebut masih terdiskon 50,3% dari perusahaan sejenis (peers) di global.

 
MEDC Chart by TradingView

Felix mengatrol proyeksi pendapatan dan laba bersih MEDC untuk tahun ini sebesar masing-masing 24,7% dan 295%.

Outlook positif ini didorong oleh harga migas yang solid, meningkatnya target produksi migas MEDCO menjadi 155 barel setara minyak per hari (mboped), bisnis yang terdiversifikasi, serta posisi neraca MEDC yang membaik dengan menurunnya net gearing di level 1,7 kali pada paruh kedua 2022.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari