KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kiprah perbankan dalam memupuk laba di tengah kondisi ekonomi yang belum stabil sampai dengan kuartal III-2018 terbilang cemerlang. Lihat saja, merujuk data yang dirilis Statistik Perbankan Indonesia (SPI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per September 2018 lalu total laba bersih bank secara industri mencapai Rp 110,28 triliun. Bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, posisi tersebut naik dua digit atau tumbuh 10,29% secara
year on year (yoy). Jika dirinci, pertumbuhan laba tersebut salah satunya didorong dari pendapatan operasional alias pendapatan non bunga. Tercatat per September 2018 total pendapatan operasional selain bunga perbankan naik 17,31% menjadi Rp 208,2 triliun dibandingkan pencapaian tahun sebelumnya Rp 177,48 triliun. Sementara pendapatan bunga bank tumbuh 1,79% yoy menjadi Rp 546,66 triliun.
Sejumlah bank yang dihubungi Kontan.co.id menilai, akibat tren bunga yang terus naik membuat bank memutar otak untuk memupuk laba. Cara paling ampuh yakni dengan menggenjot pendapatan non bunga. Direktur Utama PT Bank Mayapada Internasional Tbk Hariyono Tjahjarijadi beranggapan menyusutnya pendapatan bunga bank dapat terlihat dari posisi margin bunga bersih atau
net interest margin (NIM) perbankan yang kian menurun. Asal tahu saja, posisi per September 2018 turun ke level 5,14% dari setahun sebelumnya yang mencapai 5,33%. Walau demikian, Haryono beranggapan bila dibandingkan dengan negara tetangga, NIM perbankan di Tanah Air relatif masih paling tinggi secara rata-rata. Tapi, bukan berarti perbankan di Indonesia boleh berbangga. Sebabnya, walau tak merinci secara detail bank milik taipan Dato Sri Tahir ini menilai kalau dari sisi pendapatan non bunga, pencapaian bank di Indonesia belum signifikan. Dus, hal inilah yang membuat bank semakin gencar menggenjot pertumbuhan pendapatan non bunga. "Namun dari sisi pendapatan non bunga, maka perbankan di Indonesia masih kalah dengan industri regional, sehingga pergeseran pasti akan terjadi ke depannya," katanya. Bank Mayapada pun sudah paham akan hal tersebut, menurutnya saat ini bank bersandi emiten MAYA ini memang berupaya untuk menggenjot pendapatan non bunga. Hal ini dilakukan agar rentabilitas bank dapat dijaga bahkan ditingkat. Salah satunya melalui bisnis treasury seperti reksadana serta agen penjualan surat berharga disamping menggenjot pendapatan transaksional perbankan. "Kami juga sedang berusaha menggenjot
fee based dari transaksi treasury," ungkapnya. Bank Mayapada memang tengah berupaya mendongkrak pertumbuhan kinerja ke depan. Alasannya, per September 2018 lalu Bank Mayapada mencatatkan penurunan laba sebesar 7,38% yoy menjadi Rp 757,06 miliar. Sebelumnya, Hariyono mengatakan penurunan laba dikarenakan adanya penyusutan NIM. Selain itu, perusahaan juga belum dapat mengimbangi dengan kenaikan pertumbuhan pendapatan non bunga maupun fee based income. Akhir tahun ini, pihaknya berharap setidaknya laba bersih dapat dijaga stagnan (tidak negatif). Meski demikian, hal tersebut dinilai agak sulit mengingat waktu yang terbilang singkat ditambah adanya tekanan dari sisi
return on asset (ROA). Selain Bank Mayapada, PT Bank OCBC NISP Tbk juga sepakat kalau ke depan perbankan akan lebih giat mendongkrak pendapatan non bunga. Presiden Direktur OCBC NISP Parwati Surjaudaja menilai, lantaran kondisi ekonomi yang mulai stabil dan efek dari kenaikan bunga acuan belum sepenuhnya selesai disesuaikan ke bunga kredit, maka bank harus mencari alternatif pendapatan lain. "Ke depan memang harapan kami untuk bisa terus meningkatkan pendapatan non bunga," jelas Parwati. Wajar, kalau OCBC NISP berupaya menjadikan pendapatan non bunga sebagai mesin pengeruk cuan. Pasalnya, per September 2018 lalu kontribusi pendapatan non bunga terhadap total pendapatan OCBC NISP sudah mencapai 17%. Artinya, masih banyak celah yang dapat dikeruk oleh perusahaan untuk meningkatkan porsi tersebut. Selain itu, bila merujuk laporan keuangan kuartal III-2018, total laba bersih OCBC NISP tercatat Rp 2,03 triliun atau naik 22% yoy. Kenaikan tersebut utamanya didongkrak dari pendapatan bunga bersih yang tumbuh sebesar 7% yoy menjadi Rp 4,77 triliun. Justru sebaliknya, pendapatan operasional OCBC NISP hanya tumbuh 2% yoy menjadi Rp 5,74 triliun. Sebelumnya, tahun ini pihaknya memprediksi laba akhir tahun bisa tumbuh di kisaran 10%-15% secara yoy. Salah satunya cara menggapai target tersebut antara lain dengan mendongkrak perolehan fee based income tumbuh di level 10% sampai 15%. Parwati menjelaskan mayoritas fee based tersebut berasal dari bisnis wealth management, trade finance dan foreign exchange perseroan. Setali tiga uang, Direktur Keuangan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (Bank Jatim) Ferdian Timur Satyagraha juga mengatakan berdasarkan data saat ini perolehan pendapatan non bunga memang cenderung lebih besar. Ferdian mengungkap, pendapatan bunga Bank Jatim diprediksi sampai akhir tahun mampu naik sebesar Rp 108 miliar atau tumbuh 24,58% dibandingkan setahun sebelumnya. Sebaliknya, pendapatan bunga bank bersandi bursa BJTM ini malah diproyeksi tumbuh tipis 4,57% yoy per akhir Desember 2018 atau Rp 220 miliar.
"Laba kotor kami proyeksikan tahun ini tumbuh 5,32% yoy menjadi Rp 87 miliar. Laba bersih diprediksi tumbuh 5,32% atau naik Rp 61 miliar dari Desember 2017," ujarnya. Sebagai catatan, per September 2018 lalu Bank Jatim membukukan laba bersih sebsear Rp 1,05 triliun atau naik tipis 4,54% yoy. Masing-masing ditopang pendapatan bunga bersih yang turmbuh 3,99% yoy menjadi Rp 2,73 triliun dan pendapatan operasional yang naik 4,72% yoy menjadi Rp 1,44 triliun. Sekadar tambahan informasi saja, per September 2018 lalu OJK mencatat total pendapatan bunga bersih bank umum baru tumbuh 4,93% yoy menjadi Rp 279,08 triliun. Sementara pendapatan operasional naik 6,11% yoy menjadi Rp 132,35 triliun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi